Langsung ke konten utama

Anak Anda tidak Kunjung Mandiri? Berikut 5 (Lima) Perlakuan Salah Orang Tua yang Perlu Jadi Perhatian Anda!

            “Usia anak lelaki saya sudah 30 tahun, tapi ia bukan anak mandiri karena masih selalu mengandalkan saya. Setiap hari, kerjanya hanya menonton  televisi dan bermain gadget. Tak pernah membantu menyelesaikan pekerjaan di rumah, bankan sekadar mengganti bohlam lampu,” keluh seorang ibu.

 

Ketika keluhan seperti terjadi, siapakah pihak yang bertanggungjawab? Jawabannya adalah orang tua itu sendiri. Mengapa? Karena mereka yang pertama kali menanamkan tentang sikap, nilai, dan juga bertanggung jawab atas pola asuh anaknya. Berikut ini lima hal yang sering dilakukan orang tua sehari-hari yang justru mendorong anak menjadi tidak mandiri yang perlu jadi perhatian Anda!


 
                    
1. Memaksa anak menghentikan aktivitasnya

Saat usia prasekolah, anak mulai menggemari kegiatan mengasyikkan yang terfokus pada dirinya. Contoh, ia sangat suka menggambar atau mewarnai gambar. Saking asyiknya, si anak sampai "lupa" waktu, dan mengabaikan makan, tidur, mandi, dan lainnya. Sayangnya, banyak orang tua tak paham akan hal ini, sehingga terjadi orang tua malah menyuruh anak untuk menghentikan aktivitas anak dengan paksaan, "Kakak, ayo, menggambarnya udahan. Sekarang waktunya mandi!" Saat si anak menolak, orang tua pun memaksa, "Tidak! Sekarang sudah waktunya mandi, jadi kamu harus mandi!" Padahal, sikap demikian hanya akan membuat anak jadi tak punya otoritas terhadap diri sendiri, dan membuat ia tak punya kemampuan memutuskan apa yang penting dan menjadi prioritas hidupnya di masa depan.

Tindakan yang sebaiknya Anda lakukan: Ajak anak untuk membuat jadwal hariannya sendiri, misal: jadwal mandi, bermain, makan dan tidur. Jikapun anak masih melakukan aktivitas lain sehingga melanggar jadwal yang dibuatnya, orang tua dapat memberinya pengertian tentang pentingnya menepati jadwal yang dibuatnya sendiri. Tentu orang tua juga tak boleh terlalu saklek. Bila hari libur, jadwal anak boleh lebih santai. Sebaliknya, bila anak harus les atau diajak pergi, terangkan lebih awal bahwa jadwalnya "terpaksa" berubah.

 2. Menyuapi makan

Banyak orang tua masih kerap menyuapi anaknya makan. Umumnya supaya si anak mau makan. Apalagi di usia prasekolah, kalau sedang asyik menekuni sesuatu kegiatan, anak bisa sampai lupa waktu. Nah, daripada si anak tertunda waktu makannya, maka orang tua pun menyuapinya sambil si anak tetap asyik dengan aktivitasnya itu.  Padahal, jika anak tak dibiasakan makan sendiri, bisa-bisa sampai di besar pun, anak belum terampil makan sendiri. Selain itu, sikap orang tua yang terbiasa menyuapi anaknya makan, anak jadi tak mandiri. Hal ini bisa membuat mereka hanya mau makan bila disuapi oleh ibu atau pengasuh. Nah, bila kebetulan ibu pergi atau si pengasuh repot, tentu mereka tidak akan makan, masalah kan?

Tindakan yang sebaiknya Anda lakukan: Bila anak asyik menekuni sesuatu sampai lupa waktu makan, orang tua harus menerangkan perlunya makan. Misal, "Kalau Kakak tidak mau makan, Kakak akan sakit. Kalau Kakak sakit, nanti enggak bisa main dan ke sekolah, loh.”  Jika anak tetap tak mau makan tapi terus melakukan kegiatan, berarti memang dia sedang memilih untuk menunda makannya. Tak usah memaksa, cukup letakan saja piring makanan di sebelahnya dan minta ia makan bila sudah selesai. Trik lain, menjelang waktu makan tiba, orang tua dapat tawarkan pada anak mau makan apa. Biasanya, kalau karena pilihannya sendiri, anak akan makan dengan lahap.

  3. Tidak menanggapi ajakan anak untuk berbicara

Sering karena sedang asyik memasak di dapur atau membaca koran, orang tua "mengusir" anak yang ingin mengajak ngobrol. Padahal, di usia prasekolah, otak anak selalu dipenuhi keingintahuan dan ingin segera mendapat jawaban, tak peduli pada kesempatan apa pun. Bila pada saat anak mengeskpresikan keingintahuannya tapi tak pernah direspons dengan tepat, maka rasa ingin tahu ini lama-lama terkikis habis. Anak jadi malas bertanya, karena setiap kali bertanya, tak pernah digubris orang tuanya. Lebih parah lagi, anak jadi apatis.

Tindakan yang sebaiknya Anda lakukan: Sebaiknya orang tua tak mematikan keingintahuan anak. Bila anak bertanya di saat orang tua sedang repot atau sedang tak ingin diganggu, buatlah kesepakatan dengan anak. Orangtua dapat katakan padanya,"Kak, Ibu sedang repot di dapur. Bagaimana kalau lima menit lagi?" Jika anak masih berusia prasekolah dan belum tahu konsep jam, gunakanlah alarm. Tentu bila waktunya tiba, orang tua harus konsisten dengan waktu yang telah disepakati. Melalui pemberian pengertian ini, maka anak dilatih kesabarannya tanpa kehilangan kesempatan berkomunikasi dengan orang tua. Lama-kelamaan ia pun akan belajar, kapan waktu yang tepat untuk bertanya atau mengobrol dengan orang tua.

 4. Melarang tanpa penjelasan

Dalam soal keselamatan, memang tak boleh ada kata kompromi. Namun yang sering terjadi, orang tua melarang tanpa memberitahu alasannya atau  menerangkan fungsinya dengan benar. Misalkan saat anak memotong kertas dengan gunting yang biasa dipakai orang tua untuk menggunting kain. Melihat hal itu, dengan serta merta orang tua merebut gunting tersebut sambil berkata dengan nada tinggi, "Tidak boleh! Ini bukan gunting mainan!"

 Tindakan yang sebaiknya Anda lakukan: Sebenarnya, cara belajar yang paling baik bagi anak adalah belajar dengan benda-benda yang riil. Pisau ataupun gunting menjadi benda berbahaya atau tidak, tergantung bagaimana kita memperkenalkannya. Kalau kita melarang anak memegang gunting tanpa menunjukkan fungsi sebenarnya, tentu menimbulkan tanda tanya pada si anak. Rasa penasaran ini akhirnya membuat anak malah menggunakan gunting tersebut untuk hal-hal berbahaya, ketika dia sedang tidak Anda awasi. Ingat, di usia prasekolah, rasa ingin tahu anak sangat besar. Anak pun cenderung senang pada sesuatu yang jarang diekspos kepada mereka, seperi benda-benda tajam itu. Akibatnya, mereka jadi semakin tergoda untuk mencoba. Tetapi kalau dari awal orang tua memberitahu dan mengajarkan cara memakainya, maka anak akan mengerti.

  5. Anak tak dibiasakan memilih

Sejak usia empat tahun, anak mulai berada pada tahap otoritas atau ingin menunjukkan siapa aku. Kemampuan kognitif yang meningkat dengan cepat juga mendorong mereka untuk selalu ingin melakukan apa-apa sendiri. Tetapi karena masih belajar, tentu butuh bimbingan orang tua. Yang paling baik, anak diberikan pilihan-pilihan, lalu diajarkan bertanggungjawab pada pilihannya. Namun yang kerap terjadi, orang tua justru bertindak sebaliknya. Orangtua selalu memilihkan segala sesuatu untuk anak tanpa melibatkan anak. Sikap orang tua yang seperti ini sungguh tak baik dampaknya buat perkembangan anak. Salah satunya, anak jadi tak bisa menentukan pilihan. Ia cenderung mengekor pada pilihan dan keputusan orang lain, kasihan, bukan?

Tindakan yang sebaiknya Anda lakukan: Penting mengajari anak untuk memutuskan pilihannya sendiri. Contoh, memilih baju yang akan dipakainya setelah mandi: misalnya baju untuk pergi ke mal, baju bermain, atau baju tidur. Bila orang tua khawatir pilihan anak tidak cocok, maka orang tua bisa memberikan beberapa alternatif pilihan, "Kakak mau pakai kaos merah atau blus kembang-kembang kuning ini?". Memberikan kesempatan memilih pada anak bukan cuma mengajarkan kemandirian, tetapi juga membuat anak merasa dihargai karena boleh memilih dan dipercaya menjalankan pilihannya. Jika orang tua terbiasa memberi pilihan, anak juga akan belajar bertanggungjawab pada pilihannya. Lambat laun, ia pun mengasah kemampuannya untuk memutuskan sesuatu dengan lebih baik.

            Demikianlah 5 (lima) hal yang perlu jadi perhatian Anda sebagai orang tua dalam mengasuh anak. Semoga dapat menjadi bahan refleksi bagi Anda agar anak terhindar dari perlakuan salah dan dapat tumbuh menjadi pribadi yang baik dan mandiri. Semoga bermanfaat!

 *praktisi literasi media dan perlindungan anak

*sumber ilustrasi: Everyday Life In Indonesian Villages Captured by Herman Damar (https://id.pinterest.com/pin/29484572535713672/)

Komentar

  1. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  2. Menarik tulisannya Ima, mungkin ditambah tugas anak berdasarkan usia2nya.

    BalasHapus
  3. Terimakasih Bu Azima... Bagus banget ulasannya. Mengingatkan kembali kami yg masih kerepotan menanamkan tanggungjawab pada anak.

    BalasHapus
  4. Terimakasih kembali bu Sri Sariwarni atas supportnya 🙏😊

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waspada Gim daring: Kenali Modus dan Ketahui Pencegahannya

 Dunia maya memang memiliki daya tarik yang kuat pada siapa pun, tak terkecuali anak-anak. Salah satu yang membuat anak-anak asik berlama-lama di dunia maya, adalah mereka mengakses gim daring ( game online) . Anda perlu waspadai fenomena ini. Mengingat, selain gim daring ini dapat memicu anak menjadi kecanduan internet/ gawai , sehingga membuat aktivitas di dunia nyatanya menjadi terbengkalai, kontennya yang bisa jadi sarat akan kekerasan, juga karena gim daring kini  sudah menjadi modus para predator anak menyasar korbannya. Salah satu contoh kasus kejahatan pemangsa anak melalui gim ini terjadi pada tahun 2021 melalui aplikasi Free Fire . Hasil penyidikan polisi terungkap, bahwa pelaku memang menyasar anak perempuan sebagai pengguna gim. Saat bermain bersama dengan sang anak itulah, pelaku meminta nomor WA dan mulai membujuk korbannya untuk membuat video tanpa busana dengan menawari korban uang gim daring Free Fire sebanyak 500-600 diamond yang akan dikirim ke akun korban...

Budaya Valentine Day di Kalangan Remaja yang Perlu Orang Tua Waspadai

  Setiap pertengahan bulan Februari, tepatnya tanggal 14 masyarakat manca negara banyak yang merayakannya sebagai hari Valentine ( Valentine’s Day ), termasuk di negara kita. Hari Valentine dimaknai oleh banyak orang sebagai hari kasih sayang. Namun, muda-mudi mengekspresikannya secara beragam. Mulai dari saling berkirim kartu ucapan hari Valentine, memberikan atau bertukar hadiah, memberi bunga atau cokelat, hiasan berwarna merah muda ( pink) dan berbentuk hati, makan malam bersama dengan pacar, pesta dansa, hingga hubungan intim.   Sungguh hal ini yang perlu menjadi perhatian para orang tua.                                    Yang tambah membuat miris, ternyata ditemukan fakta di lapangan bahwa setiap perayaan hari Valentine bukan hanya penjualan cokelat meningkat tetapi juga penjualan kondom! Kondisi ini membuat salah satu pemeritah kota bahkan sampai membuat imbauan agar...