Setiap pertengahan bulan Februari, tepatnya tanggal 14
masyarakat manca negara banyak yang merayakannya sebagai hari Valentine (Valentine’s
Day), termasuk di negara kita. Hari Valentine dimaknai oleh banyak orang sebagai
hari kasih sayang. Namun, muda-mudi mengekspresikannya secara beragam. Mulai
dari saling berkirim kartu ucapan hari Valentine, memberikan atau bertukar
hadiah, memberi bunga atau cokelat, hiasan berwarna merah muda (pink) dan berbentuk hati, makan malam
bersama dengan pacar, pesta dansa, hingga hubungan intim. Sungguh hal ini yang perlu menjadi perhatian
para orang tua.
Yang tambah membuat miris, ternyata ditemukan fakta di lapangan bahwa setiap perayaan hari Valentine bukan hanya penjualan cokelat meningkat tetapi juga penjualan kondom! Kondisi ini membuat salah satu pemeritah kota bahkan sampai membuat imbauan agar minimarket tidak menjual kondom pada anak di bawah umur (beli harus dengan KTP). Untuk itu, Anda sebagai orang tua perlu tahu dan mewaspadai budaya merayakan hari Valentine di kalangan remaja. Tujuannya agar dapat mengantisipasi pergaulan dan imbas negatif dari perayaan hari Valentine ini. Berikut beberapa data dan fakta yang telah saya kumpulkan dan resumekan tentang perayaan hari Valentine untuk Anda agar dapat lebih mewaspadainya. Semoga Bermanfaat!
Apa itu Hari Valentine?
Sebelum kita membahas lebih jauh mengenai
budaya Valentine di kalangan remaja, maka sebaiknya kita samakan persepsi dulu,
sebenarnya apa itu hari Valentine Berdasarkan sejarah ada setidaknya dua versi
yang menceritakan asal usul hari Valentine. Versi pertama tentang budaya hari Valentine
yaitu dikatakan berasal dari kegiatan festival Lipercalia yaitu salah satu
tradisi untuk menghormati Dewa Kesuburan pada zaman Romawi kuno.
Salah satu kegiatan dalam festival ini yaitu
kegiatan para pemudi memasukkan nama mereka ke dalam sebuah kotak. Kemudian
para pria secara acak mengambil sebuah nama yang nantinya akan dijodohkan atau
dipasangkan hingga satu tahun ke depan. Jika terjadi kecocokan, pasangan itu
kemudian bisa melanjutkannya ke jenjang pernikahan. Jika tidak, mereka kemudian
mengikuti festival ini tahun berikutnya. Festival ini biasanya dirayakan tiap
tanggal 15 Februari.
Sementara itu, versi kedua tentang budaya hari Valentine yaitu dikatakan
sebagai hari untuk mengenang Santo Valentine. Ia adalah seorang pendeta Romawi
yang telah mengorbankan jiwanya karena ia diam-diam menikahkan pemuda dan
pemudi saat itu. Santo Valentin mendapat hukuman pancung pada 14 Februari 278 M,
karena apa yang telah dilakukannya itu bertentangan dengan kebijakan Kaisar
Claudius II. Kaisar justru melarang pernikahan dan pertunangan pada rakyatnya.
Tujuan Kaisar adalah agar rakyatnya khususnya para pemuda fokus berperang
sehingga tidak perlu memikirkan memiliki pasangan (menikah).
Seiring waktu, perayaan hari Valentine
kemudian bergeser maknanya menjadi hari kasih sayang. Terutama kasih sayang
yang diungkapkan antara pasangan kekasih yang biasanya belum menikah atau biasa
disebut pacar. Pengungkapan kasih sayang ini jika terbatas hanya sekadar saling
tukar menukar hadiah, mungkin tidak terlalu menjadi masalah. Akan tetapi ketika
ungkapan kasih sayang ini kemudian dimaknai dengan melakukan seks bebas antara
muda-mudi atau anak-anak remaja di luar ikatan pernikahan atau perilaku
menyimpang lainnya seperti pesta miras, narkoba atau pornografi, tentu ini bisa
menjadi masalah di kemudian hari. Inilah yang perlu Anda sebagai orang tua
waspadai.
Beberapa Hal terkait Hari
Valentine yang Perlu Diwaspadai
Bukan hanya di negara-negara
Eropa, masyarakat kita pun ternyata banyak yang merayakan hari Valentine juga
telah menjadi kebiasaan di tanah air. Para pesohor, iklan-iklan produk remaja
mulai dari makanan hingga atribut bernuansa merah jambu, serta pembicaraan di
media massa menjadi promosi gratis untuk perayaan hari Valentine. Kondisi ini membuat
seolah-olah anak-anak dan remaja yang tidak merayakannya serta orang tua yang
tidak ikut mendukung anaknya terkait perayaan hari Valentine menjadi seperti
tersisih dan dianggap ketinggalan jaman.
Padahal Anda sebagai orang tua justru seharusnya
bersyukur bila anak-anak remaja Anda tidak ikut-ikutan merayakan hari Valentine
ini. Mengapa demikian? Berikut beberapa hal terkait hari Valentine yang perlu
Anda waspadai:
1. Membawa Ideologi Seks Bebas
Pemberitaan di media massa terkait perayaan hari Valentine
kerap mengangkat fenomena tentang tingginya penjualan kondom saat malam
perayaan hari Valentine (Tempo.com, 14/2/2012; Detik.com, 13/02/2016). Kita
tahu, kondom itu adalah salah satu alat kontrasepsi yang digunakan oleh kaum
pria saat berhubungan seks dengan pasangannya. Tujuan penggunaan kondom adalah
untuk mencegah terjadinya pembuahan atau kehamilan pada wanita yang menjadi
pasangan seks dari pria pengguna kondom ini.
Lalu, mengapa penjualan kondom tinggi di perayaan hari
Valentine? Hampir dipastikan orang-orang yang membeli ini adalah mereka yang
akan melakukan hubungan seks, namun tidak mau ambil risiko terjadinya
kehamilan. Orang-orang seperti ini umumnya adalah pasangan yang bekum menikah.
Sangat miris jika ternyata yang memborong kondom dan
menggunakannya adalah para remaja yang masih di bawah umur dan masih
bersekolah. Tentu perilaku yang bertentangan dengan agama dan norma susila ini
sangat tidak patut dibiarkan. Anda sebagai orang tua perlu memberi bimbingan
kepada anak untuk tidak ikut-ikutan budaya seks bebas yang hadir di
tengah-tengah perayaan hari Valentine ini. Syukurlah Pemkot Makasar menerjunkan
aparatnya untuk membatasi penjualan kondom dan mengawasi agar tidak dapat
dibeli oleh anak dan remaja, namun bagaimana dengan di daerah lain? Anda
sebagai orang tua sepertinya perlu ambil peran untuk turut mengawasi penjualan
kondom di sekitar lingkungan rumah Anda.
2.
Memicu
Perkawinan Usia Anak
Implikasi lain dari budaya
merayakan hari Valentin adalah anak-anak dan remaja menjadi terbiasa pacaran
sejak usia dini. Selain itu, mereka juga terdorong untuk melakukan seks bebas
sebagaimana yang mereka tiru dari budaya di negara lain, terbukti adanya
fenomena tingginya penjualan kondom di saat perayaan hari Valentine. Akibatnya
kini marak perkawinan usia anak yang dipicu karena seks bebas di kalangan
remaja (Kumparan, 8/2/2019; Sindonews, 19/5/2019)
Padahal saat ini, pemerintah sedang berupaya keras
menekan angka perkawinan usia anak. Hal ini karena perkawinan usia anak lebih
sering mendatangkan masalah bagi tumbuh kembang anak, keluarga yang kelak dibentuk,
dan juga anak-anak yang nantinya dilahirkan. Yang memperparah kondisi adalah
perkawinan usia anak ini terjadi karena adanya anak-anak (perempuan) yang lebih
dahulu hamil.
Orang tua memaksa anaknya yang hamil ini untuk
dinikahkan agar tidak menjadi aib keluarga. Akibatnya anak-anak yang dipaksa
dikawinkan ini potensial membuat mereka putus sekolah, dan dengan kondisi
pendidikan yang minim mereka harus membesarkan anak, tentu secara mental dan ekonomi
kebanyakan perkawinan usia anak ini menempatkan anak pada kondisi tidak siap.
Padahal seharusnya orang tua mengantisipasinya jauh
sebelumnya dengan memberi bimbingan kepada anak untuk tidak mendekati pergaulan
bebas (baca seks bebas) dan untuk fokus kepada tugasnya sebagai pelajar yaitu
menyelesaikan pendidikannya dahulu sebelum berpikir untuk menikah. Bukan hanya
memaksa anak untuk dinikahkan dengan alasan menutup aib akibat pergaulan bebas
yang dilakukan anak.
3.
Memicu
Perilaku Menyimpang Remaja Lainnya
Perayaan hari Valentine umumnya diadakan
di malam hari dan dilakukan oleh muda-mudi yang kebanyakan masih berusia
remaja. Ada remaja yang merayakannya secara ekslusif hanya berdua dengan
pacarnya saja. Namun tidak sedikit yang merayakannya secara bersama-sama.
Tempat-tempat hiburan malam (night club)
dan juga hotel-hotel bahkan seringkali membuat acara khusus dengan tema Valentine
untuk menarik pengunjung datang. Kadang juga, para remaja tersebut yang membuat
acara sendiri di salah satu rumah atau tempat tertentu secara berkelompok.
Acara-acara perayaan hari Valentine baik
yang dikelola remaja maupun yang diadakan oleh tempat-tempat hiburan malam,
sangat rentan bagi remaja bila tanpa pengawasan orang tua. Mereka yang masih di
bawah umur, tentu tidak diperkenankan meminum minuman keras apalagi jika sampai
mengonsumsi napza, termasuk juga menyaksikan pornografi. Hal ini karena bila
perayaan yang diadakan remaja ini sampai menghadirkan miras, narkoba dan juga
pornografi bahkan justru menjadi salah satu daya tariknya, berarti telah
terjadi perilaku menyimpang pada para remaja ini yang potensial merusak tumbuh
kembang dan masa depan mereka. Untuk itu, Anda sebagai orang tua sangat penting
mengingatkan anak untuk tidak berlebihan merayakan hari Valentine sehingga
merugikan diri dan masa depan mereka.
Demikian beberapa hal
yang perlu Anda ketahui terkait budaya merayakan hari Valentin di kalangan
remaja. Semoga dapat menjadi pencerahan bagi Anda terutama dalam memberi
bimbingan kepada anak-anak dan remaja agar tidak terjerumus ke dalam pergaulan
bebas dan menyimpang.
*Praktisi Perlindungan anak dan literasi media
** sumber ilustrasi: https://id.pinterest.com/pin/822047738249069035/
Komentar
Posting Komentar