Anak Anda Autis? Berikut 5 Pelajaran Jadi Pendamping Tangguh Penderita Autis dari Film Temple Grandin
Anak adalah amanah dari Tuhan. Tidak pernah ada orang yang meminta dilahirkan autis. Begitu juga tidak ada orangtua yang berharap buah hatinya adalah anak autis. Namun, ketika itu terjadi, yakinlah bahwa ada hikmah yang Tuhan ingin ajarkan pada kita.
Setidaknya itulah yang bisa kita ambil dari film Temple Grandin. Siapakah Temple Grandin? Ia lahir di Boston, Massachusetts, 29 Agustus 1947. Ayahnya adalah seorang agen property Richard Grandin dan ibunya Eustacia Cutler, seorang seniman. Grandin sukses mengatasi kekurangannya sebagai seorang autis dan bahkan mampu melejitkan kelebihannya. Ia mampu lulus SMA hingga S3, dan menjadi professor ahli bidang ilmu hewan di Colorado State University.
Grandin juga dikenal dunia sebagai pencipta squeeze machine atau mesin terapi penderita autis yang masih diproduksi hingga sekarang. Selain itu, ia menciptakan revolusi bagi industri peternakan di Amerika yang dipakai hingga hari ini, yaitu sistem penanganan sapi yang lebih menghargai (respect) hewan sebelum dijagal. Grandin juga kerap diundang ke berbagai negara untuk menjadi pembicara mengenai Autisme. Tak mengherankan bila pada 2010 majalah Time, memasukannya dalam daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia. Film Temple Grandin yang dibuat HBO tahun 2010 ini pun mendapat banyak penghargaan Emmy maupun Golden Awards karena sangat menginspirasi.
Apa yang terjadi pada Grandin tentu bukan sesuatu yang instan. Berbagai kendala ia temui, namun akhirnya bisa ia lewati dengan baik. Ternyata di belakang keberhasilan Grandin ada orang-orang tangguh yang mendukungnya. Siapa sajakah mereka dan apa peran mereka? Berikut 5 (lima) pendamping pendukung kesuksesan Grandin yang diangkat dalam Film Temple Grandin (2010), mungkin kita bisa mencontohnya.
1. Orangtua yang gigih mendukung
Dalam film kita akan merasakan kegigihan bunda Grandin untuk membuatnya mandiri seperti anak-anak lain. Bunda Grandin memutuskan untuk tetap mengajarkan Grandin tata krama di rumah layaknya anak normal. Sang bunda bahkan mengajarkan Grandin untuk menempatkan serbet di pangkuan dan menata sendok dan garpu dengan benar sejak ia berusia lima tahun. Selain itu, ia juga mengajarkan sendiri Grandin membaca, meskipun kemudian memanggil guru ke rumah untuk mengajar Grandin hingga lancar bicara, membaca dan menulis.
Begitu Grandin lancar bicara, bunda kemudian menyekolahkan Grandin ke sekolah umum. Bunda dengan sabar mencari sekolah yang tepat untuk Grandin, saat beberapa kali Grandin dikeluarkan karena memukul anak yang mem-bully-nya. Sebenarnya, dokter dan juga ayah Grandin lebih memilih untuk mengirim Grandin ke lembaga khusus anak Autis sejak ia diketahui Autis pada usia 4 tahun. Namun bunda Grandin menolaknya. Bunda Grandin punya pandangan: “She is different, not less”, ia (Grandin) memang berbeda, tapi tak kurang. Kini terbukti, bahwa Grandin adalah jenius.
Grandin menemukan seorang guru yang sangat mendukungnya saat ia bersekolah di SMA. Guru science Grandin ini bernama William Carlock. Ia sesungguhnya juga seseorang ahli yang bekerja di NASA. Sang guru tahu kelebihan Grandin dan mampu memotivasi Grandin untuk menunjukan kelebihannya. Sang guru memulainya dengan memberi Grandin tantangan untuk memecahkan ilusi optik dari sebuah ruangan. Sejak berhasil menjawab tantangan gurunya, maka Grandin menjadi percaya diri. Ia pun terbiasa untuk mencari solusi dari masalah yang ia lihat di sekitarnya. Salah satunya saat ia berkunjung ke rumah bibinya, ia menciptakan sistem hidrolik sehingga pengemudi mobil dapat membuka pagar tanpa harus turun dari kendaraan.
Sang guru pula yang memotivasi Grandin untuk tetap optimis. Ia mengibaratkan tantangan sebagai sebuah pintu yang harus Grandin buka, untuk kemudian menemukan banyak hal menakjubkan di baliknya. Motivasi dari gurunya tentang pintu inilah yang selalu diingat Grandin. Setiap kali ia menemukan kendala dalam hidupnya, ia kembali termotivasi untuk bangkit.
Grandin muda pernah menghabiskan liburan musim panas yang berkesan di peternakan milik bibinya. Bibinya sangat memahami Grandin. Mulai dari menjemput Grandin di bandara, menjadi pendengar yang baik, hingga menempelkan kertas bertuliskan nama Temple Grandin di pintu kamarnya. Bibinya ini pula yang mengajarkan Grandin tentang jenis-jenis perasaan melalui foto pada Grandin. Grandin pun mulai merasakan ikatan kuat dengan hewan-hewan ternak saat berinteraksi dengan sapi-sapi dan kuda bibinya. Grandin bahkan mendapat inspirasi di peternakan ini pula untuk mengatasi kepanikan yang kerap diderita oleh seseorang Autis.
Suatu hari Grandin mengalami kepanikan yang amat sangat, yaitu ketika kertas tulisan nama di pintu kamar Grandin lepas. Ia kemudian berlari menuju sebuah alat penjepit sapi yang biasa digunakan peternak saat akan memerah susu atau memvaksin sapi. Grandin kemudian meminta bibinya untuk menjepit dirinya selayaknya sapi yang akan divaksin. Meski awalnya ragu, sang bibi akhirnya melakukan juga permintaan Grandin. Tak disangka, kemudian Grandin justru kembali tenang dan release (tidak panik lagi).
Kejadian ini kemudian mendorong Grandin menciptakan alat squeeze machine sebagai alat terapi untuk penderita autis. Bibi Grandin pula yang meyakinkan pihak kampus untuk memberi kesempatan pada Grandin untuk membuktikan bahwa squeeze machine ini berguna untuk orang-orang seperti Grandin. Pihak kampuspun akhirnya mengizinkan. Akhirnya riset squeeze machine ini pula yang membawa Grandin sukses lulus S1 dengan nilai yang memuaskan dan memberi solusi terapi pada penderita autis hingga hari ini.
Saat kuliah S1, Grandin mendapat tantangan untuk memiliki teman sekamar di asrama. Hal ini adalah sesuatu yang membuatnya panic, karena selama ini ia tidak pernah punya teman sekamar. Apalagi ternyata kemudian teman sekamarnya tidak setuju ada squeeze machine di kamar mereka. Namun dengan bantuan sang bibi untuk meyakinkan dosennya tentang squeeze machine, akhirnya Grandin memiliki teman sekamar baru yang tulus. Ia adalah seorang tunanetra. Teman barunya ini tidak keberatan Grandin menyimpan squeeze machine di kamar mereka.
Sejak itu, Grandin menjadi lebih terasah rasa manusiawinya. Ia yang biasanya tak mau disentuh oleh orang bahkan oleh ibunya sendiri, mulai mau disentuh oleh temannya. Grandin pun bahkan tidak ragu lagi untuk menuntun teman sekamarnya itu berjalan-jalan di sekitar kampus sambil mengobrol. Grandin juga belajar empati dari temannya yang tuna netra ini. Ia yang selama ini melihat dunia melalui visual kini bisa juga memahami orang lain yang melihat dunia melalui auditorinya. Kepada temannya inilah, Grandin bisa dengan lancar menceritakan cita-citanya untuk menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakatnya.
Pintu kesuksesan Grandin terbuka lebar saat ia bertemu dengan seorang ibu di mini market. Awalnya Grandin enggan berbelanja di mini market ini karena memiliki pintu otomatis yang mengingatkannya akan kampak guillotine. Namun, ketika toko mini market lainnya tutup, Grandin terpaksa memasuki mini market berpintu otomatis tersebut. Dalam film digambarkan Grandin yang sangat kesulitan memasuki toko itu dan begitu juga saat hendak keluar. Untunglah ia bertemu dengan seorang ibu yang membantunya. Ibu itu sangat berempati dengan Grandin karena ia juga memiliki anak yang autis.
Mereka pun berkenalan. Ternyata suami sang ibu adalah pembaca setia artikel-artikel yang ditulis Grandin di majalah peternakan. Sang ibu kemudian mendorong Grandin untuk bertemu dengan suaminya yang pengusaha peternakan. Grandin pun bersyukur, melalui sang ibu itu akhirnya ada orang yang mau mendengarkan tentang sistem cetak biru pengelolaan hewan yang dibuatnya.
Demikian kisah 5 (lima) orang tangguh yang mendampingi Grandin meraih sukses. Semoga menginspirasi Anda, terutama untuk lebih memahami orang-orang yang terlahir autis bahwa mereka sesungguhnya punya banyak kelebihan dibalik keterbatasannya. Anda dapat juga menonton film ini secara utuh, untuk lebih memahami perjuangan Temple Grandin dan peran penting orang-orang di sekitarnya. Selamat mencoba, semoga bermanfaat!
*praktisi literasi media & perlindungan
anak
**sumber ilustrasi:
http//www.imdb.com/title/tt1278469
Thanks, Mbak Azimah paparannya.
BalasHapusSama-sama mbak Sehry, sudah berkunjung dan membaca :)
BalasHapusMantulll...
BalasHapusTerimakasih mbak Vita supportnya 🙏
Hapus