Langsung ke konten utama

Enam Manfaat Mengajarkan Anak Suka Menolong Orang Lain

 Banyak orang sering salah kaprah dengan sikap suka menolong orang lain, bahwa hal itu merugikan. Apalagi saat kondisi sulit seperti yang terjadi saat pandemik ini. Mereka berpandangan, menolong orang lain di saat kita pun susah adalah ibarat lilin, yaitu rela memberi cahaya pada orang lain, dengan membakar dirinya sendiri. Padahal pada kenyataannya tidaklah demikian. Justru kebiasaan suka menolong orang lain punya banyak manfaat bagi diri dan keluarga kita. Apa sajakah itu? Berikut enam manfaat dari kebiasaan suka menolong orang lain yang saya rangkum untuk Anda.



1.      Mendorong anak memilki kecerdasan emosional yang lebih baik

Para ahli menemukan bahwa ternyata banyak anak yang didiagnosis memiliki kecemasan berlebihan atau perilaku bermasalah lainnya, justru kemudian berubah secara dramatis ke arah yang lebih positif (baik secara sosial, emosional, dan bahkan secara akademis), ketika orang tua mereka memperkenalkan mereka ke kegiatan menolong orang lain. Kegiatan menolong orang lain itu dapat berupa kerja bakti sosial, pemberian santunan kepada korban bencana alam, atau menjadi relawan kemanusiaan. Hal ini ternyata ditemukan fakta bahwa kebaikan, kasih sayang, rasa syukur, empati dan banyak lagi kualitas positif lainnya muncul pada anak ketika anak-anak belajar bahwa membantu orang lain juga merupakan cara yang bagus untuk menolong diri mereka sendiri.

2.      Mengurangi resiko perundungan (bulliying)

Manfaat lain dari mengajarkan anak-anak nilai senang menolong orang lain, ternyata juga dapat mengantisipasi terjadinya perundungan (bulliying) pada anak. Hal ini karena membantu orang lain, menurut para ahli psikologi ternyata mampu membangkitkan seseorang akan rasa menghargai diri sendiri yang lebih besar. Hal ini merupakan suatu kondisi kunci untuk menumbuhkan perasaan bahagia dan empati terhadap kondisi orang lain.

3. Meningkatkan kebahagiaan pribadi

Terlalu sering orang muda jatuh ke dalam perangkap berfokus secara eksklusif pada kebutuhan mereka sendiri. Padahal kecenderungan narsistik ini adalah tempat berkembang biak bagi depresi atau kecemasan. Kegiatan menolong orang lain, sesungguhnya mampu melepas kebiasaan buruk itu, dan menjadikan seseorang lebih welas asih dan menemukan kebahagiaan pribadi dari menolong orang lain.

4. Memupuk rasa saling terhubung dengan orang lain yang sehat

Isolasi adalah musuh kebahagiaan manusia, karena manusia sesungguhnya adalah makhluk sosial dan senang berinteraksi. Silakan anda berkunjung ke kantin sekolah menengah mana pun dan Anda akan melihat bahwa remaja merindukan untuk menjadi bagian dari komunitas, karena jika tidak, mereka akan sangat tidak nyaman. Kebutuhan untuk merasa terhubung dengan orang lain didukung oleh para peneliti di Harvard dalam Journal of Happiness. Studi ini menemukan bahwa ternyata orang menghargai hadiah yang mereka beli untuk orang lain, melebihi dari hadiah yang mereka beli untuk diri mereka sendiri.

5. Menguatkan identitas pribadi

Sebuah penelitian nasional yang dilaporkan oleh American Journal of Community Psychology, menunjukan lima puluh enam persen dari mereka yang disurvei menunjukkan bahwa menolong orang lain adalah bagian yang tidak dapat diubah dari identitas mereka. Dengan kata lain, tindakan menolong orang lain telah memperkuat pandangan positif tentang diri mereka sendiri. Tindakan menolong orang lain, pada akhirnya juga memicu naiknya harga diri yang meningkatkan kepercayaan diri seseorang.

6. Menginspirasi misi hidup di dunia

Sifat suka menolong orang lain, mampu  mengilhami remaja dan pemuda akan misi hidup mereka di dunia. Mereka yang semula tidak yakin akan masa depan mereka dan hidup dengan perasaan hampa dan minim  kepedulian, dengan menolong dan mengarahkan perhatian mereka kepada orang lain dan memberikan kesempatan untuk mengalami nilai menolong orang lain, maka akan membuat hidup mereka terasa lebih bermakna.

Belum lama ini saya bertemu dengan seorang anak muda yang mengatakan bahwa hidupnya berubah ketika dia melakukan perjalanan ke sebuah kota untuk membantu upaya bantuan setelah terjadi gempa yang menghancurkan. Padahal awalnya ia adalah seorang remaja yang tidak bahagia dan tanpa tujuan. Ia kemudian mengalami perubahan drastis. Ia berkata: "Saya awanya berpikir saya akan membantu membangun kembali kota yang runtuh akibat gempa. Akan tetapi ternyata, saya justru membangun kembali diri saya sendiri." Hari ini ia dipekerjakan sebagai desainer program untuk sebuah organisasi nirlaba.

               Demikian enam manfaat menolong orang lain. Bagaimana menurut Anda, sangat besar bukan manfaatnya? Jadi, ketika ada orang-orang disekitar kita membutuhkan pertolongan, mari jangan ragu lagi untuk menolong mereka. Jangan lupa, untuk juga libatkan anak-anak Anda dan menjadikannya sebagai suatu kebiasaan. Selamat mencoba!

*Praktisi literasi media dan perlindungan anak

*Sumberilustrasi:https://id.pinterest.com/pin/ActUYUx3ZDTBuDajkGuwLs3hd_OlPdJZ14idcmW7_Q_PzqGwQ5Dkag/

Komentar

  1. Mantullll Bu......
    Bu, tolong dong kupas tuntas tentang bahayanya anak yg ingin diterima lingkungan dengan cara negatif. Terimakasih Bu.,. Semangat ya Bu....

    BalasHapus
  2. Semoga semakin banyak yang tercerahkan. Amin

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waspada Gim daring: Kenali Modus dan Ketahui Pencegahannya

 Dunia maya memang memiliki daya tarik yang kuat pada siapa pun, tak terkecuali anak-anak. Salah satu yang membuat anak-anak asik berlama-lama di dunia maya, adalah mereka mengakses gim daring ( game online) . Anda perlu waspadai fenomena ini. Mengingat, selain gim daring ini dapat memicu anak menjadi kecanduan internet/ gawai , sehingga membuat aktivitas di dunia nyatanya menjadi terbengkalai, kontennya yang bisa jadi sarat akan kekerasan, juga karena gim daring kini  sudah menjadi modus para predator anak menyasar korbannya. Salah satu contoh kasus kejahatan pemangsa anak melalui gim ini terjadi pada tahun 2021 melalui aplikasi Free Fire . Hasil penyidikan polisi terungkap, bahwa pelaku memang menyasar anak perempuan sebagai pengguna gim. Saat bermain bersama dengan sang anak itulah, pelaku meminta nomor WA dan mulai membujuk korbannya untuk membuat video tanpa busana dengan menawari korban uang gim daring Free Fire sebanyak 500-600 diamond yang akan dikirim ke akun korban...

Budaya Valentine Day di Kalangan Remaja yang Perlu Orang Tua Waspadai

  Setiap pertengahan bulan Februari, tepatnya tanggal 14 masyarakat manca negara banyak yang merayakannya sebagai hari Valentine ( Valentine’s Day ), termasuk di negara kita. Hari Valentine dimaknai oleh banyak orang sebagai hari kasih sayang. Namun, muda-mudi mengekspresikannya secara beragam. Mulai dari saling berkirim kartu ucapan hari Valentine, memberikan atau bertukar hadiah, memberi bunga atau cokelat, hiasan berwarna merah muda ( pink) dan berbentuk hati, makan malam bersama dengan pacar, pesta dansa, hingga hubungan intim.   Sungguh hal ini yang perlu menjadi perhatian para orang tua.                                    Yang tambah membuat miris, ternyata ditemukan fakta di lapangan bahwa setiap perayaan hari Valentine bukan hanya penjualan cokelat meningkat tetapi juga penjualan kondom! Kondisi ini membuat salah satu pemeritah kota bahkan sampai membuat imbauan agar...

Anak Anda tidak Kunjung Mandiri? Berikut 5 (Lima) Perlakuan Salah Orang Tua yang Perlu Jadi Perhatian Anda!

                “Usia anak lelaki saya sudah 30 tahun, tapi ia bukan anak mandiri karena masih selalu mengandalkan saya. Setiap hari, kerjanya hanya menonton  televisi dan bermain gadget. Tak pernah membantu menyelesaikan pekerjaan di rumah, bankan sekadar mengganti bohlam lampu,” keluh seorang ibu.   Ketika keluhan seperti terjadi, siapakah pihak yang bertanggungjawab? Jawabannya adalah orang tua itu sendiri. Mengapa? Karena mereka yang pertama kali menanamkan tentang sikap, nilai, dan juga bertanggung jawab atas pola asuh anaknya. Berikut ini lima hal yang sering dilakukan orang tua sehari-hari yang justru mendorong anak menjadi tidak mandiri yang perlu jadi perhatian Anda!                            1. Memaksa anak menghentikan aktivitasnya Saat usia prasekolah, anak mulai menggemari kegiatan mengasyikkan yang terfokus pada dirinya. Contoh, ia...