Langsung ke konten utama

Lima Trauma pada Anak, dan Cara Mensikapinya

             Akhir-akhir ini banyak bencana yang menimpa saudara-saudara kita. Ada gempa di Sulawesi Barat, tanah lonsor di Sumedang, Jawa Barat, longsor dan banjir di Manado, Sulawesi Utara, erupsi Gunung Semeru, Jawa Timur dan banjir di Kalimantan Selatan serta di DKI Jakarta. Kejadian-kejadian ini tentu menimbulkan trauma bagi para korban terutama pada anak. Selain bencana alam, kematian tak terduga atau kekerasan dari anggota keluarga atau teman dekat, dan bahaya serius atau ancaman kematian akibat Covid-19 pada orang yang dicintai juga mampu membuat anak trauma.

Trauma berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan perasaan yang wajar dalam kehidupan sehari-hari dan masih bisa dikendalikan. Beberapa contoh rasa takut antara lain takut pada binatang tertentu, takut ketinggian, takut gelap dan sebagainya. Akan tetapi, jika anak pernah bersinggungan langsung dengan apa yang ditakutinya, misalnya digigit binatang atau terjatuh dari ketinggian, maka pengalaman ini berpotensi menimbulkan trauma di kemudian hari. Nah, bagaimana sebaiknya orang tua menyikapi jika anak mengalami trauma? Berikut lima jenis trauma dan cara mensikapinya yang saya rangkum untuk Anda.


 1.      Trauma rumah sakit

Biasanya saat di rumah sakit, beberapa kondisi dapat membuat seorang balita resah dan tak nyaman, misalnya  saat anak lain menangis bahkan histeris di ruang tunggu, juga perlakuan dan peralatan dokter, serta  aroma rumah sakit pun juga bisa menjadi faktor penambah keresahannya. Rasa tak nyaman saat ia di rumah sakit ini, dapat terus tersimpan di alam bawah sadarnya dan bisa muncul kembali di kemudian hari. Kemunculan rasa tidak nyaman ini misalnya saat ia mencium aroma rumah sakit di suatu tempat. Hal ini karena aroma tersebut  menyimpan beberapa hal yang bisa membuat anak berpikir betapa menakutkannya tempat tersebut. Akibatnya, ia kemudian bisa merasa mual, pusing atau merasakan pengalaman sakit seperti dahulu.

 

Hal yang sebaiknya Anda lakukan: Perlahan, minta ia mengingat seperti apa trauma yang ia rasakan, sehingga Anda dapat mengetahui sisi rumah sakit mana saja yang membuatnya merasa tak nyaman. Satu hari saat ia sedang fit dan senang, ajak ia ke apotek atau klinik, lalu berikan arahan positif, sehingga ia tidak trauma lagi. “Saat sakit,  kita memang akan merasa tidak nyaman. Kalau Andi  mau cepat sembuh,  kita ke dokter di rumah sakit, biar kamu bisa bermain bola dengan teman-teman lagi.”

 

2.      Trauma kecelakaan

Saat kecelakaan berlangsung, berbagai hal mungkin sekali ditangkap oleh semua indera si kecil. selanjutnya terekam di memori otaknya, mulai dari suasana saat kecelakaan sampai dengan luka-luka yang membutuhkan perawatan medis. Akibatnya, si kecil menjadi  sangat terganggu ketika mendengar suara kendaraan, baik di jalan raya maupun di sekitar rumah. Saat ada kendaraan yang mendekatinya seakan peristiwa kecelakaan benar-benar hidup kembali di depan matanya.

 
Hal yang sebaiknya Anda lakukan:

Saat kondisinya tenang dan tak lelah, minta anak menceritakan apa yang ia rasakan saat kecelakaan terjadi. Anda bisa tanyakan misalnya bagaimana bunyi benturan, suara rem mobil, klakson, pecahan kaca dan sebagainya. Anda dapat membuat suasana bercerita sambil bermain, misalnya mobil-mobilan agar ia lebih rileks. Apabila ia telah menceritakan keresahannya, Anda dapat memberi arahan positif sehingga ia tidak trauma lagi.

 

3.      Trauma bencana alam

Metode penanganan pada trauma akibat bencana akan lebih rumit, terlebih jika bencananya besar dan banyak merenggut korban. Gempa bumi misalnya, si kecil menjadi cemas atau tertekan secara emosional menyaksikan berbagai emosi negatif para korban, seperti  menangis atau histeris kehilangan harta benda atau adanya keluarga yang meninggal.

Hal yang sebaiknya Anda lakukan:

Sebaiknya Anda melakukan interaksi dengan anak sesering mungkin, agar ia merasa semakin nyaman. Perlahan, Anda bisa mengajaknya ke sebuah ruangan, lalu lakukan kegiatan bercanda atau membacakannya cerita. Setelah itu  mulailah membahas tentang perasaannya terhadap tragedi tersebut. Kemudian berikan penjelasan konkrit  bahwa saat ini kondisinya sudah aman, Anda selalu ada dan menyayanginya,  ia pun sudah bisa bermain kembali seperti dulu. Tak ada lagi meja yang bergetar, barang-barang berjatuhan dan sebagainya. Penjelasan nyata seperti ini bila dilakukan terus-menerus dapat mengurangi dampak trauma yang ia rasakan.

 

4.      Trauma akibat melihat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).

Anak-anak diliputi perasan bersalah karena cara berpikir anak masih egosentris, menilai dari sudut pandangnya sendiri. Kejadian kekerasan yang ia lihat, seperti menampar, menjambak, menendang, berteriak atau membanting berbagai benda, baik yang dilakukan oleh ayah atau bunda membuat mereka cenderung menyalahkan diri sendiri. Rasa sedih yang dialami si kecil pun akan semakin mendalam bila kedua orang yang disayanginya kemudian berpisah. Kesedihan yang berlangsung terus-menerus akan mengganggu si  kecil dalam menjalani hidupnya kelak.

 

Hal yang sebaiknya Anda lakukan:

Bicaralah pada anak sesuai usianya. Tanyakan dulu bagaimana perasaannya, setelah itu jawab pertanyaannya mengenai kondisi keluarga dengan tidak menyertakan emosi. Minta maaf padanya, karena perbuatan Anda atau pasangan Anda telah membuat ia menjadi takut dan cemas. Yang paling penting ialah yakinkan bahwa semua ini bukanlah salahnya.

 

5.      Trauma perundungan (bullying)

Perundungan terbukti dapat meninggalkan ‘luka’ pada si korban, baik mental maupun fisik. Umumnya, korban diancam untuk tidak memberitahu kondisi yang dialaminya pada siapapun, sehingga ia menjadi tertekan, gelisah dan cemas. Jika kondisi ini berlangsung lama, anak tentu akan mengalami trauma. Akibatnya, ia bisa menjadi pribadi yang tertutup atau membangun pemahaman bahwa tindak perundungan memang dibenarkan.

Hal yang sebaiknya Anda lakukan:

Penting bagi Anda sebagai orang terdekat, untuk tahu bila ada perubahan perilaku yang ditunjukan anak, misalnya tiba-tiba murung, mudah menangis atau menolak ke sekolah. Bila ia belum mau memberitahu Anda apa yang sedang ia alami, segera hubungi gurunya dan jelaskan tentang  perubahan perilaku tersebut, minta bantuan mereka untuk mencari tahu apa yang terjadi pada si kecil di sekolah. Hal yang penting Anda lakukan, biasakan anak bersikap terbuka pada orangtua, dan jangan secara langsung memarahinya ketika ia menceritakan kesalahannya.

 

            Demikianlah lima trauma yang umumnya terjadi pada anak serta bagaimana sebaiknya Anda mensikapinya. Semoga bermanfaat untuk Anda.

*praktisi literasi media dan perlindungan anak

*sumber ilustrasi: https://id.pinterest.com/pin/708050372643450108/


Komentar

  1. Semoga kita dineri kesabaran memgatasi permasalahan trauma anak.
    Terimakasih mb Azimah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiin... Terimakasih juga atas responnya kak Ida

      Hapus
  2. Semoga kita diberikan kesabaran hati dlm menghadapi segala hal. Terimakasih Bu Azimah dg ilmunya .Semoga menjadi ladang amal dan menjadi berkah bagi ibu dan keluarga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Amiin ibu 🙏 Terimakasih atas support dan doanya Ibu Sri Sariwarni

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waspada Gim daring: Kenali Modus dan Ketahui Pencegahannya

 Dunia maya memang memiliki daya tarik yang kuat pada siapa pun, tak terkecuali anak-anak. Salah satu yang membuat anak-anak asik berlama-lama di dunia maya, adalah mereka mengakses gim daring ( game online) . Anda perlu waspadai fenomena ini. Mengingat, selain gim daring ini dapat memicu anak menjadi kecanduan internet/ gawai , sehingga membuat aktivitas di dunia nyatanya menjadi terbengkalai, kontennya yang bisa jadi sarat akan kekerasan, juga karena gim daring kini  sudah menjadi modus para predator anak menyasar korbannya. Salah satu contoh kasus kejahatan pemangsa anak melalui gim ini terjadi pada tahun 2021 melalui aplikasi Free Fire . Hasil penyidikan polisi terungkap, bahwa pelaku memang menyasar anak perempuan sebagai pengguna gim. Saat bermain bersama dengan sang anak itulah, pelaku meminta nomor WA dan mulai membujuk korbannya untuk membuat video tanpa busana dengan menawari korban uang gim daring Free Fire sebanyak 500-600 diamond yang akan dikirim ke akun korban...

Budaya Valentine Day di Kalangan Remaja yang Perlu Orang Tua Waspadai

  Setiap pertengahan bulan Februari, tepatnya tanggal 14 masyarakat manca negara banyak yang merayakannya sebagai hari Valentine ( Valentine’s Day ), termasuk di negara kita. Hari Valentine dimaknai oleh banyak orang sebagai hari kasih sayang. Namun, muda-mudi mengekspresikannya secara beragam. Mulai dari saling berkirim kartu ucapan hari Valentine, memberikan atau bertukar hadiah, memberi bunga atau cokelat, hiasan berwarna merah muda ( pink) dan berbentuk hati, makan malam bersama dengan pacar, pesta dansa, hingga hubungan intim.   Sungguh hal ini yang perlu menjadi perhatian para orang tua.                                    Yang tambah membuat miris, ternyata ditemukan fakta di lapangan bahwa setiap perayaan hari Valentine bukan hanya penjualan cokelat meningkat tetapi juga penjualan kondom! Kondisi ini membuat salah satu pemeritah kota bahkan sampai membuat imbauan agar...

Anak Anda tidak Kunjung Mandiri? Berikut 5 (Lima) Perlakuan Salah Orang Tua yang Perlu Jadi Perhatian Anda!

                “Usia anak lelaki saya sudah 30 tahun, tapi ia bukan anak mandiri karena masih selalu mengandalkan saya. Setiap hari, kerjanya hanya menonton  televisi dan bermain gadget. Tak pernah membantu menyelesaikan pekerjaan di rumah, bankan sekadar mengganti bohlam lampu,” keluh seorang ibu.   Ketika keluhan seperti terjadi, siapakah pihak yang bertanggungjawab? Jawabannya adalah orang tua itu sendiri. Mengapa? Karena mereka yang pertama kali menanamkan tentang sikap, nilai, dan juga bertanggung jawab atas pola asuh anaknya. Berikut ini lima hal yang sering dilakukan orang tua sehari-hari yang justru mendorong anak menjadi tidak mandiri yang perlu jadi perhatian Anda!                            1. Memaksa anak menghentikan aktivitasnya Saat usia prasekolah, anak mulai menggemari kegiatan mengasyikkan yang terfokus pada dirinya. Contoh, ia...