Salah satu menu buka puasa yang paling laris di tengah-tengah masyarakat adalah gorengan. Ada yang manis seperti pisang goring atau ubi goreng. Ada juga yang gurih atau asin seperti tempe goreng, risol, aci goreng, singkong goreng, dan tahu goreng lengkap dengan cabainya. Umumnya masyarakat Indonesia menyukai gorengan ini, tak terkecuali keluarga saya. Bahkan menurut anak nomor dua saya, buka puasa dengan menu pisang goreng diberi susu kental manis sudah nikmat rasanya. Alhamdulillah…
Sementara
itu, suami saya, sangat suka tahu goreng, risol, dan aci goreng. Saat ini, karena
pertimbangan kesehatan dan faktor usia, suami sudah mengurangi makan gorengan
ini, begitu juga dengan saya. Namun, jangan ditanya dulu saat muda. Hampir
setiap hari kami mengkonsumsi gorengan, bukan hanya bulan puasa. Jika saya
kebetulan tidak sempat menggoreng sendiri, maka suami akan membeli gorengan ini
di penjual keliling yang biasanya mangkal di sudut jalan perumahan kami, atau
kadang juga membelinya di warteg di depan komplek.
Bicara
tukang gorengan keliling, saya pernah dengar selentingan rumor dari handai
taulan bahwa mereka sering memanipulasi jualannya. Demi membuat kudapan yang
mereka buat tetap tahan garing meski berada di udara terbuka cukup lama, mereka
menambahkan sesuatu ke dalam minyak dalam wajan untuk menggorengnya. Hal ini
mereka lakukan, dikarenakan gorengan yang mereka buat belum tentu langsung
bertemu dengan pembelinya. Bisa saja beberapa menit bahkan beberapa jam
kemudian, pembeli baru datang membelinya. Tentunya pembeli ingin yang masih
garing, sehingga si penjual mengupayakannya dengan menghalalkan segala cara,
demikian rumor yang saya dengar.
Awalnya
saya tidak percaya dengan rumor yang jelas-jelas menyudutkan tukang gorengan tersebut.
Saya selalu berpikir positif, dan menganggap tudingan itu tak beralasan.
Buktinya kami bertahun-tahun memakan gorenga dari abang-abang tukang jualan
itu, hingga sekarang baik-baik saja. Namun, pikiran positif saya itu akhirnya
pudar seketika, justru di saat saya sedang pesta gorengan bersama
keluarga.
Peristiwanya
terjadi beberapa tahun lalu. Saat itu suami saya membeli gorengan untuk
pelengkap berbuka puasa. Sambil menikmati gorengan itu satu per satu dari
pinggan besar sampai hampir habis, kami membahas tentang rumor terkait tukang
gorengan yang suka memanipulasi jualannya tersebut. Saya sampaikan pendapat
saya yang tidak percaya rumor tersebut, pada suami dan anak-anak. Namun, tiba-tiba,
suami saya menepuk dahinya seolah tersadar sesuatu.
“
Tadi Bapak lihat, apa yang Ibu ceritakan, loh!” teriaknya.
“O,ya?”sahut saya sambil terus menggigit cabai dan hendak melahap tahu goreng yang
garing menggugah selera. Namun, langsung disambar suami saya dan mengembalikannya
ke dalam kertas pembungkusnya, begitu juga gorengan yang masih tersisa di
piring.
“Kok, Bapak ambil semua gorengan itu?” protes saya
dan ketiga anak-anak kami, Maryam, Nisa, dan Shafi.
“Semua
jangan makan gorengan ini, lagi ya! Gorengan ini sudah di-laminating oleh abang
gorengan!” ujar suami saya sambil kemudian menambahkan bahwa ia tadi melihat
langsung abang gorengan menambahkan plastik ke dalam minyak panas di dalam wajan sambil terus menggoreng tahu. Sayangnya,
saat itu suami malah terpana dan tetap meneruskan membeli dan
menghidangkan gorengan itu untuk kami.
Wah,
ternyata rumor itu nyata dan benar adanya, pikir saya saat itu, meskipun hadirnya kebenaran itu menghampiri
kami pada saat yang kurang tepat. Walhasil, maksud hati ingin pesta gorengan, malah batal dan berujung
berebut air minum akibat kepedasan makan cabai tanpa tahu goreng. Olala…
*Praktisi
literasi media dan perlindungan anak
*ilustrasi:https://id.pinterest.com/pin/216876538295644528/
Wah, Babang gorengan kehilangan satu keluarga pelanggan. Seharusnya kan dia jujur ya. Ya sudahlah, kita goreng sendiri ya Bu. Semoga sehat selalu.
BalasHapusYa betul, Bu. Awalnya satu keluarga, tapi begitu ditulis dan disebarkan lewat media, jadi banyak keluarga yang sadar bahaya beli gorengan sembarangan itu tidak sehat. Setuju, menggoreng sendiri memang lebih baik.
HapusAduh babang
BalasHapusiya nih, si abang gorengan santai saja ya, melaminating gorengannya di depan pelanggan 🤣
HapusLebih aman bikin cemilan gorengan sendiri, ya... Lebih bersih, tanpa laminating.
BalasHapusSaya biasa beli gorengan di tetangga Bu.. jadi lebih terjamin kualitas nya 🙏
BalasHapustetangga yang baik. saling bekerjasama. ada yang menjual dan ada yang membeli. yang penting bersih dan sehat, ya gorengannya 😊
Hapus