Para penjahat dunia maya kini semakin lihai melancarkan aksinya. Mereka sangat pinntar memanfaatkan kepolosan anak-anak, dengan menggunakan beragam teknik untuk menipu agar anak-anak tersebut mau melakukan hal-hal yang mereka perintahkan. Mereka juga mahir memanipulasi dan mempersuasi anak-anak target korbannya sehingga para korban secara sukarela memberikan informasi atau melakukan tindakan yang menempatkan mereka dalam risiko (bahaya).
Pada Bulan Oktober 2016, polisi menangkap pria berinisial ABC alias MPS
(42), yang diduga melakukan tindak asusila pada anak di bawah umur. Dalam
aksinya ABC meminta foto serta video vulgar pada korban melalui akun Facebook
miliknya. Modus pelaku untuk membuat korban terjerat adalah dengan berpura-pura
menjadi wanita dan memasang foto profil perempuan cantik di akun Facebook
miliknya, untuk selanjutnya ia mengajak berteman anak usia 10 sampai 15
tahun yang ada di akun media sosial itu. Selain memasang profil palsu, dalam
menjalankan aksinya, pelaku juga menyampaikan kepada para korbannya bahwa ia
mampu melihat aura mereka. Kemudian pelaku meminta pada para korbannya untuk
mengirimkan foto tanpa busana mereka kepada pelaku dengan dalih untuk diddoakan
agar aura buruk pada tubuh anak-anak tersebut hilang.
Praktek
tipuan ini ternyata dipercaya oleh korban. Begitu foto telah dikirimkan oleh
korban, selanjutnya ABC mengancam akan menyebarkan foto-foto tersebut jika
korban menolak permintaan selanjutnya yaitu melakukan perbincangan seks dan
video call sex bahkan ada yang hingga berhubungan suami-istri dengan pelaku. Setidaknya
10 anak telah menjadi korban kejahatan daring ABC dan ia juga mengakui sempat memperkosa
3 orang di antaranya di dunia nyata. Polisi menemukan 150 foto dan video vulgar
anak-anak saat polisi meringkusnya di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Kasus
yang hampir mirip juga sebenarnya pernah terjadi di tahun 2014. TAG (37), seorang manajer bergelar master,
ditangkap aparat Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipid Eksus)
Bareskrim Polri karena dugaan pedofilia. Dia melakukan penyamaran identitas di
dunia maya untuk perdaya korbannya sebagai seorang perempuan yang berprofesi
sebagai doker. Dalam penyamarannya itu
pelaku mencari korban dan berkenalan melalui messanger yang menjadi fitur Facebook. Sebelumnya, pelaku
mempelajari profil para korbannya.
Pelaku kemudian meng-invite korbannya, setelah diterima kemudian dia mengajak chat korbannya. Dalam percakapan itulah,
pelaku yang mengaku sebagai seorang dokter menjelaskan mengenai kesehatan
reproduksi pada korbannya. Korban sangat percaya pada pelaku hingga mau saja
ketika pelaku meminta korban untuk berfoto selfie
dari mulai berpakaian lengkap sampai dengan telanjang, bahkan juga melakukan
masturbasi dan difoto. Foto-foto tersebut selanjutnya diunggah pelaku ke
jejaring sosial miliknya dan dipamerkan kepada teman-temannya sesama paedophil.
Polisi mencokok tersangka 24 Maret 2014 di tempat kerjanya di Surabaya, setelah
ada laporan dari salah satu orang tua korban.
Kasus tipu daya daring (online gromming) lain
yang tak kalah parahnya juga pernah terjadi di tahun 2019. Pelakunya adalah TR,
seorang narapidana yang menjalankan aksinya dari sel di lapasnya. Ternyata
meski fisiknya terkurung, tapi ia masih dapat melakukan kejahatan seksual
melalui dunia maya pada anak-anak. Polisi bahkan mendapatkan bukti kejahatannya
berupa 1300 foto dan video porno dari ponsel dan laptop pelaku, dan ada sekitar
50 anak dengan rentang usia 9-14 tahun yang menjadi korbannya.
Mengapa TR sampai dapat memperdaya anak-anak ini?
Ternyata TR menjalankan aksinya dengan menduplikasi akun seorang guru di akun Instagram.
Selanjutnya dengan akun palsu itu, ia medekati korban untuk meminta korban
mengirimkan foto tanpa busana kepadanya dengan dalih penelitian tentang
keperawanan. Jika ada anak yang ragu-ragu untuk mengirimkan, maka pelaku akan
mengancam anak-anak tersebut dengan memberikan nilai jelek pada mereka.
Akhirnya karena ketakutan, banyak anak yang kemudian menjadi korban dari TR
ini. Ketiga pelaku ini dijerat polisi
dengan pasal berlapis yakni, Pasal 27 ayat 1 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 82 ayat 1 UU Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 4 ayat 1 UU Nomor 44 Tahun 2008 tentang
Pornografi dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Online Grooming atau tipu daya
daring, sebenarnya bukan istilah baru (telah ada di kamus setidaknya sejak
2011), namun ternyata banyak orang tua yang belum paham. Padahal orang tua
bertanggung jawab membimbing anak-anaknya menggunakan internet dengan aman dan
terhindar dari perangkap online grooming yang dilakukan oleh para
predator anak. Grooming menggambarkan tindakan seorang dewasa yang
menghubungi anak di bawah umur untuk mendapatkan kepercayaan dan
persahabatan dengan mereka, dengan tujuan utama melecehkan mereka dengan
berbagai cara.
Berdasarkan tiga kasus di atas, kita dapat melihat
bahwa modus pelaku grooming Untuk mendapatkan kepercayaan korbannya, mereka
akan menggunakan profil atau identitas palsu, sehingga korbannya yang
kebanyakan anak-anak tidak curiga dan merasa aman dan nyaman berinteraksi
dengan para groomer ini. Profil atau
identitas palsu sangat mudah dibuat di hampir setiap aplikasi pertemanan daring
dan bahkan memungkinkan para penjahat ini berinteraksi dengan dua orang atau
lebih. Modus yang dilakukan para groomer ini yang paling umum adalah
melalui media sosial, walaupun juga ada yang melakukannya
melalui surel, pesan teks, chatroom, atau situs gim daring yang
memungkinkan terjadinya komunikasi antarpengguna,
Para penjahat dunia maya ini dalam melancarkan
aksinya, berusaha memanfaatkan kepolosan anak di bawah umur, serta menggunakan
teknik untuk menipu mereka agar melakukan hal-hal yang biasanya tidak mereka
lakukan. Mereka dengan mahir memanipulasi dan mempersuasi
anak-anak target korbannya sehingga para korban secara sukarela memberikan
informasi atau melakukan tindakan yang menempatkan mereka dalam risiko.
Misalnya, para predator yang umumnya orang dewasa ini akan merayu anak di bawah
umur dengan menunjukan perhatian atau kasih sayang, mendengarkan masalah
mereka, sampai memberi mereka hadiah (begitu mereka dapat terhubung dengan
calon korbannya melalui sarana digital).
Para penjahat ini, kemudian berusaha secara
perlahan tapi pasti mengajak anak-anak calon korbannya untuk tidak sungkan
berbicara dan melihat konten-konten seksual, dengan secara bertahap memasukkan
konten seksual ke dalam percakapan mereka, menunjukkan kepada mereka materi
yang eksplisit secara seksual dan mencari kontak tatap muka. Tujuan akhirnya,
setidaknya penjahat atau groomer ini
mendapatkan foto atau rekaman video dari konten seksual yang melibatkan anak di
bawah umur (praktik yang dikenal sebagai sexting),
yang dengan modal ini, para penjahat itu kemudian mengintimidasi anak untuk
menuruti kemauannya dalam kasus yang lebih serius seperti pedofilia dan
pornografi anak, perdagangan manusia, atau hingga eksploitasi seksual di dunia
nyata, sebagaimana tiga kasus di atas
Melihat dampaknya yang sangat serius, maka penting
Anda melakukan antisipasi agar anak-anak dan anggota keluarga Anda agar tidak
terjebak online grooming ini. Salah satu caranya adalah memberitahukan
pada mereka harus waspada saat berinteraksi secara daring mengingat banyak predator yang menyasar anak-anak berkeliaran
di ruang obrolan atau menggunakan media sosial untuk menyasar anak. Para
predator ini berteman dengan berpura-pura seusia korban atau mengaku sebagai
ahli kesehatan yang berjenis kelamin sama dengan mereka atau bahkan mengaku
sebagai guru mereka, dengan membuat profil palsu.
Untuk
itu penting menekankan bahaya ini kepada anak Anda. Anda juga sebaiknya menjadi
teman atau follower dari setiap akun
media sosial yang anak Anda miliki agar bisa ikut mengawasinya. Selain itu, sampaikan
agar anak Anda segera bercerita pada Anda bila ada permintaan yang tak lazim
dari teman dunia maya mereka, sekalipun sosok itu mengaku sebagai guru mereka.
Anda juga dapat mendorong anak Anda untuk berinteraksi secara daring hanya
dengan orang yang mereka kenal baik di dunia nyata, seperti teman dan kerabat.
Juga beri tahu mereka bahwa bertemu muka dengan siapa pun yang mereka kenal
hanya secara daring akan menghadirkan bahaya yang sangat nyata dan sangat menakutkan.
*Praktisi Literasi Media dan
Perlindungan Anak
*Ilustrasi: https://id.pinterest.com/pin/720927852843292920/
*Ramadhan 1443 H Bersama Azimah
Subagijo
Komentar
Posting Komentar