Langsung ke konten utama

Ketahui dan Antisipasi Penyebab Kenakalan dan Kriminalitas Anak Remaja

 Pemberitaan media saat ini terkait kenakalan anak dan remaja semakin mengkhawatirkan. Bahkan tak sedikit yang sudah mengarah pada perilaku kriminalitas sehingga mengancam jiwa seseorang dan juga kredibitas orang tuanya. Tentu hal demikian tidak Anda inginkan terjadi pada keluarga Anda bukan? Untuk itu, sebagai orang tua penting untuk peduli dan menyadari sejak dini perubahan perilaku anak. Hal ini  karena banyak kasus kriminalitas yang dilakukan anak dan remaja sesungguhnya bermula dari pengabaian orang tua terhadap perlindungan anak. Nah, bagaimana mendeteksi penyebab kenakalan dan/atau kriminalitas yang dilakukan anak? Berikut beberapa hal yang telah saya rangkum untuk Anda. Semoga bermanfaat!




Bangun Kepedulian Bersama

Dalam banyak kasus kenakalan dan kriminalitas anak dan remaja, ternyata tak sedikit yang disebabkan oleh pelanggaran terhadap perlindungan anak oleh orang tua atau orang dewasa di sekitarnya, seperti diabaikan, ditelantarkan, mendapat perlakukan kasar/kekerasan, didiskriminasi, hingga dieksploitasi oleh orang tua atau orang dewasa. Berdasarkan penelitian, anak-anak yang ditelantarkan, kurang mendapat perhatian yang cukup, dieksploitasi, dan mendapat kekerasan dan perlakuan salah lainnya, berpotensi memiliki perilaku berisiko tinggi. Mereka sangat rentan melakukan penyalahgunaan obat dan alkohol, terlibat kekerasan pada teman sebayanya atau orang yang lebih lemah darinya sehingga menimbulkan siklus kekerasan.

 Oleh karena itu, pencegahan anak menjadi nakal atau pelaku kriminal, sesungguhnya bisa dari lingkungan terdekat anak, yaitu rumah dan sekolah. Anda sebagai orang tua harus peduli pada tumbuh kembang anak. Namun, Anda tidak bisa bekerja sendiri. Komunikasi dengan pihak sekolah juga perlu dibangun dan dijalin sehingga bila ada hal-hal yang mencurigakan di bawah kewenangan sekolah, Anda dapat mengkordinasikannya pada pihak sekolah. Di sisi lain, penting juga bekerja sama dengan orang tua dari teman-teman anak.

Membangun hubungan baik dengan orang tua dari teman-teman anak, diharapkan dapat saling membantu melacak kegiatan anak Anda tanpa membuat mereka merasa diawasi. Sebagai sesama orang tua, Anda dapat bertukar info tentang kegiatan anak baik saat di rumah maupun di sekolah. Harapannya, dengan terbangunnya kepedulian bersama ini akan mampu menciptakan lingkungan yang aman untuk semua anak di lingkungan Anda.

 Faktor-Faktor Anak Menjadi Nakal

Selain membangun kepedulian bersama, Anda juga perlu mengetahui faktor-faktor pembentuk anak menjadi nakal atau jahat. Secara umum ada dua jenis faktor, yaitu internal dan eksternal. Faktor internal dibagi lagi menjadi tiga, yaitu: (1) jenis kelamin yang membuat kenakalan pada anak laki-laki dan perempuan berbeda; (2), intelejensi; dan (3), usia.

Contoh kenakalan pada anak laki-laki misalnya tawuran, kebut-kebutan atau ikut geng motor. Sementara kenakalan pada anak perempuan misalnya berghibah atau berpakaian minim. Sedangkan faktor intelejensi contohnya seorang anak memilih untuk menipu melalui medsos, ketimbang mencuri uang orang lain secara langsung. Sementara contoh yang membentuk anak menjadi nakal terkait faktor usia, yaitu semakin muda usia anak maka semakin mereka lebih mendahulukan emosi saat akan beraksi ketimbang memikirkan dulu apa dampak dari aksi yang diperbuatnya. Sebaliknya, semakin mendekati usia dewasa, maka anak akan semakin mempertimbangkan konsekuensi yang akan dia dapat jika berbuat nakal atau kriminal.

Untuk faktor eksternal, pengasuhan orang tua di keluarga yang kasar, baik secara verbal maupun nonverbal juga dapat membentuk anak menjadi nakal. Selain itu, tekanan dari teman sebaya pada anak agar ia diakui oleh peer group-nya juga kerap mendorongnya berbuat nakal, seperti ikut-ikutan merokok, mengonsumsi narkoba, alkohol atau melakukan seks bebas. Termasuk yang cukup besar membentuk anak menjadi nakal dari faktor eksternal adalah efek media (terpapar oleh konten media yang buruk).

Tingkatkan Harga Diri Anak

Faktor-faktor tadi, baik yang internal maupun eksternal tidak selalu membuat anak menjadi nakal. Hal ini karena setiap anak berbeda kondisinya. Umumnya anak-anak dengan harga diri atau selfesteem yang sehat, yaitu bahagia, merasa berguna, dan nyaman dengan dirinya, maka dia tidak mudah ikut-ikutan menjadi nakal. Sedangkan yang sebaliknya, anak dengan selfesteem rendah mudah putus asa, kurang percaya diri, dan pesimis, maka akan mudah ikut-ikutan nakal.

Untuk itu, Anda sebagai orang tua sebaiknya mengambil peran lebih dalam membimbing anak agar tidak terjerumus menjadi nakal. Caranya adalah cintai anak tanpa syarat, tunjukan penerimaan dan apresiasi pada anak sehingga mampu meningkatkan harga dirinya, bangun komunikasi terbuka dengan anak, dan bila anak sedang dalam masalah, bantu ia menemukan jalan keluar dari masalahnya.

            Demikian beberapa hal terkait penyebab anak menjadi nakal dan kriminal yang perlu Anda ketahui dan antisipasi. Semoga informasi ini dapat membuat Anda makin peduli dengan tumbuh kembang anak dan aktif menjalin komunikasi dengan keluarga, sekolah, dan sesama orang tua lainnya.

* Praktisi Perlindungan Anak dan Literasi Media

** sumber ilustrasi: https://id.pinterest.com/pin/715861303287141396/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waspada Gim daring: Kenali Modus dan Ketahui Pencegahannya

 Dunia maya memang memiliki daya tarik yang kuat pada siapa pun, tak terkecuali anak-anak. Salah satu yang membuat anak-anak asik berlama-lama di dunia maya, adalah mereka mengakses gim daring ( game online) . Anda perlu waspadai fenomena ini. Mengingat, selain gim daring ini dapat memicu anak menjadi kecanduan internet/ gawai , sehingga membuat aktivitas di dunia nyatanya menjadi terbengkalai, kontennya yang bisa jadi sarat akan kekerasan, juga karena gim daring kini  sudah menjadi modus para predator anak menyasar korbannya. Salah satu contoh kasus kejahatan pemangsa anak melalui gim ini terjadi pada tahun 2021 melalui aplikasi Free Fire . Hasil penyidikan polisi terungkap, bahwa pelaku memang menyasar anak perempuan sebagai pengguna gim. Saat bermain bersama dengan sang anak itulah, pelaku meminta nomor WA dan mulai membujuk korbannya untuk membuat video tanpa busana dengan menawari korban uang gim daring Free Fire sebanyak 500-600 diamond yang akan dikirim ke akun korban...

Budaya Valentine Day di Kalangan Remaja yang Perlu Orang Tua Waspadai

  Setiap pertengahan bulan Februari, tepatnya tanggal 14 masyarakat manca negara banyak yang merayakannya sebagai hari Valentine ( Valentine’s Day ), termasuk di negara kita. Hari Valentine dimaknai oleh banyak orang sebagai hari kasih sayang. Namun, muda-mudi mengekspresikannya secara beragam. Mulai dari saling berkirim kartu ucapan hari Valentine, memberikan atau bertukar hadiah, memberi bunga atau cokelat, hiasan berwarna merah muda ( pink) dan berbentuk hati, makan malam bersama dengan pacar, pesta dansa, hingga hubungan intim.   Sungguh hal ini yang perlu menjadi perhatian para orang tua.                                    Yang tambah membuat miris, ternyata ditemukan fakta di lapangan bahwa setiap perayaan hari Valentine bukan hanya penjualan cokelat meningkat tetapi juga penjualan kondom! Kondisi ini membuat salah satu pemeritah kota bahkan sampai membuat imbauan agar...

Anak Anda tidak Kunjung Mandiri? Berikut 5 (Lima) Perlakuan Salah Orang Tua yang Perlu Jadi Perhatian Anda!

                “Usia anak lelaki saya sudah 30 tahun, tapi ia bukan anak mandiri karena masih selalu mengandalkan saya. Setiap hari, kerjanya hanya menonton  televisi dan bermain gadget. Tak pernah membantu menyelesaikan pekerjaan di rumah, bankan sekadar mengganti bohlam lampu,” keluh seorang ibu.   Ketika keluhan seperti terjadi, siapakah pihak yang bertanggungjawab? Jawabannya adalah orang tua itu sendiri. Mengapa? Karena mereka yang pertama kali menanamkan tentang sikap, nilai, dan juga bertanggung jawab atas pola asuh anaknya. Berikut ini lima hal yang sering dilakukan orang tua sehari-hari yang justru mendorong anak menjadi tidak mandiri yang perlu jadi perhatian Anda!                            1. Memaksa anak menghentikan aktivitasnya Saat usia prasekolah, anak mulai menggemari kegiatan mengasyikkan yang terfokus pada dirinya. Contoh, ia...