Langsung ke konten utama

Anak Anda Terlihat Suka Melukai Diri Sendiri? Yuk Ketahui Penyebab dan Antisipasinya!*

 

Anak atau remaja tidak selalu berada di lingkungan yang nyaman. Dalam pergaulan di sekolah atau lingkungan rumah, mereka tak jarang mengalami kecewa, merasa tidak diterima lingkungan, atau muncul perasaan negatif lainnya seperti merasa sendiri, bosan, marah, dan stres. Tentunya perasaan-perasaan negatif tadi butuh pelampiasan.




Sayangnya, tidak semua anak atau remaja tahu bagaimana melampiaskan perasaan-perasaan negatif ini dengan cara yang tepat. Beberapa anak atau remaja melampiaskan perasaan negatif mereka dengan cara melukai diri. Hal ini karena mereka anggap dapat menjadi sarana untuk mengekspresikan rasa sakit mereka atau sebagai mekanisme koping (memulihkan diri dari stres). Kebanyakan pelakunya menyembunyikan luka, bekas luka, atau luka bakar karena tidak ingin mendapat perhatian ekstra dari perilakunya tersebut. Kondisi ini membuat orang tuanya pun seringkali terlambat mengetahuinya, sehingga mengancam jiwa anak sendiri.

Nah, untuk itu, kali ini saya akan membahas apa yang perlu orang tua ketahui tentang anak yang melukai diri sendiri dan cara mengantisipasinya untuk Anda. Semoga bermanfaat!

Apa itu Perilaku Anak atau Remaja yang Melukai Diri Sendiri?

Perilaku melukai diri sendiri adalah tindakan menyakiti diri sendiri secara fisik tanpa niat untuk mati. Perilaku ini adalah tanda adanya tekanan emosional. Bentuk melukai diri yang paling umum adalah memotong, membakar, atau menggaruk kulit dan membuat memar jaringan tubuh. Kebanyakan orang yang berperilaku melukai diri sendiri mulai melakukannya ketika mereka remaja.

Orang yang mengalami perilaku melukai diri sendiri paling sering didiagnosis dengan gangguan mood, gangguan makan, gangguan kepribadian, dan/atau gangguan kecemasan. Banyak yang melukai diri sendiri tidak memiliki kelainan yang dapat didiagnosis sama sekali. Antara 14 persen dan 24 persen remaja dan dewasa muda di komunitas melaporkan terlibat dalam melukai diri sendiri setidaknya sekali dalam hidup mereka.

Namun demikian, perilaku melukai diri sendiri ini bukanlah upaya untuk membunuh diri sendiri. Beberapa orang yang melukai diri sendiri bahkan mengatakan mereka melakukannya justru untuk berhenti dari bertindak atau berpikiran untuk bunuh diri. Meskipun melukai diri sendiri dan perilaku bunuh diri sangat berbeda, banyak orang yang melukai diri sendiri mungkin juga memiliki perasaan ingin bunuh diri. Jika Anda melihat tanda-tanda peringatan bunuh diri pada anak Anda, segera pergi ke ruang gawat darurat fasilitas kesehatan di sekitar Anda.

Meskipun melukai diri sendiri berbeda dari perilaku bunuh diri, hal itu masih memprihatinkan karena memang meningkatkan risiko bunuh diri. Melukai diri membuat seseorang terbiasa merusak tubuhnya untuk menghadapi emosi atau situasi yang menyusahkan. Seiring waktu, menyakiti diri sendiri dapat meningkatkan perasaan malu dan tidak berharga yang juga merupakan faktor yang sangat berisiko bagi seseorang untuk bunuh diri.

Penyebab Perilaku Melukai Diri Sendiri

Para remaja dan dewasa muda yang melukai diri sendiri pada umumnya melaporkan bahwa mereka melakukannya untuk mengatasi perasaan-perasaan yang mengecewakan, untuk merasakan sesuatu ketika mereka mati rasa, dan/atau untuk mengekspresikan rasa sakit mereka. Hal ini karena memang berdasarkan hasil penelitian, ada bukti bahwa melukai diri melepaskan endorfin di otak, membantu orang yang melukai diri untuk merasa lebih baik dalam jangka pendek.

Namun, melukai diri bukanlah keterampilan koping jangka panjang yang sehat. Hal ini karena perilaku melukai diri sendiri merupakan faktor yang berisiko untuk perilaku bunuh diri di kemudian hari. Ada juga kepercayaan umum bahwa melukai diri sendiri adalah mencari perhatian. Akan tetapi pada kenyataannya, kebanyakan orang yang melukai diri menyembunyikan luka, bekas luka, atau luka bakar karena untuk menghindari perhatian ekstra tidak diinginkan.

Siapa Saja yang Memiliki Potensi Berperilaku Melukai Diri Sendiri?

Anak muda yang berjuang untuk menghadapi emosi negatif atau berbicara tentang masalah mereka berisiko lebih tinggi untuk berperilaku melukai diri sendiri. Faktor risiko lainnya yang termasuk mendorong seseorang berperilaku melukai diri sendiri, antaralain: tidak memiliki keterampilan koping yang sehat, memiliki kondisi kesehatan mental yang terganggu, dikeluarkan atau didiskriminasi oleh teman sebaya, dan mengenal/meniru seseorang yang melukai diri sendiri. Ada anggapan bahwa hanya perempuan yang melukai diri sendiri, namun, pada kenyataannya perempuan dan laki-laki memiliki risiko yang sama untuk mempunyai perilaku melukai diri.

Saat ini tak sedikit remaja yang menggunakan media sosial untuk belajar tentang perilaku melukai diri sendiri dan/atau menjalin hubungan dengan orang lain yang mungkin mendorong mereka melukai diri sebagai cara mengelola stres. Untuk itu, Anda sebagai orang tua harus mewaspadainya. Meskipun beberapa media sosial memiliki kebijakan yang membatasi anak-anak dan remaja melihat atau tersekpos postingan yang berisi muatan-muatan melukai diri, saya sarankan Anda tetap harus mewaspadainya.

Hal ini karena beberapa remaja melaporkan ada situs web yang menginstruksikan pengunjungnya mengenai cara melukai diri sendiri dengan sangat detail langkah demi langkah. Meskipun belum ada data yang menunjukkan bahwa media sosial secara langsung meningkatkan perilaku melukai diri sendiri, para ahli khawatir bahwa media sosial dapat menyebarkan paham menganggap biasa perilaku melukai diri dengan mengelompokannya sebagai keterampilan mengatasi stres yang wajar di kalangan remaja.

Tanda-Tanda Anak yang Berperilaku Melukai Diri Sendiri

Mengingat banyak remaja yang berprilaku melukai diri sendiri menyembunyikan bekas luka mereka dan tidak ingin orang lain tahu tentang perilaku ini, membuat kita sulit mengantisipasinya jika hanya memperhatikan tanda-tanda luka pada diri pelaku. Namun demikian, berikut ini ada tanda-tanda peringatan yang dapat Anda jadikan pegangan bahwa anak/remaja berperilaku melukai diri sendiri:

§  terdapat luka di tubuh anak/remaja seperti: luka bakar, gores, atau memar yang tidak dapat ia jelaskan. Luka ini biasanya ada pada lengan, kaki, atau perut;

§  anak/remaja sering memakai perban;

§  ditemukan pisau cukur, benda tajam, pisau, atau benda lain yang dapat digunakan untuk melukai diri sendiri di kamar anak/remaja;

§  anak/remaja mengenakan kemeja lengan panjang atau celana dalam cuaca panas;

§  adanya keengganan anak/remaja untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang membutuhkan lebih sedikit pakaian (misalnya: berenang);

§  anak/remja mengenakan sebuah gelang tangan, beberapa gelang, atau gelang kulit pita lebar untuk menutupi luka;

§  anak/remaja memiliki ekspresi membenci diri sendiri, malu, atau tidak berharga;

§  anak/remaja cenderung menarik diri dari keluarga dan teman.

Penting bagi Anda untuk mencari semua tanda peringatan ini jika Anda memang mencurigai anak/remaja mengalami perilaku melukai dirinya sendiri. Meskipun banyak remaja yang melukai diri sendiri mengisolasi diri dari yang lain, beberapa ada yang tetap bergaul dengan teman dan keluarga dan tampak bahagia.

Perilaku Melukai Diri Sendiri Mungkin Disembuhkan

Anda tidak perlu khawatir berlebihan. Perilaku melukai diri sendiri pada anak/remaja masih mungkn untuk disembuhkan. Mengingat perilaku melukai diri sering digunakan oleh pelakunya sebagai mekanisme koping (memulihkan diri dari stres), maka menyembuhkan perilaku melukai diri sendiri dapat dilakukan dengan memberikan pelaku alternatif yang efektif untuk mengelola emosi mereka.

 Tentu saja, seorang anak/remaja perlu dimotivasi untuk menghentikan perilaku melukai diri sendri sehingga jalan menuju pemulihan bisa dimulai. Motivasi untuk sembuh bisa rendah ketika orang merasa mereka hanya memiliki satu alat untuk mengelola rasa sakit mereka, yaitu melukai diri sendiri. Seorang terapis yang terampil akan membantu anak/remaja yang melukai diri sendiri yaitu dengan mengevaluasi peran yang dimainkan oleh perilaku melukai diri sendiri ini dalam kehidupan mereka, misalnya menantang gagasan apakah benar hanya dengan melukai diri sendiri yang dapat mengurangi kesusahan.

Terapis kemudian mengajak anak/remaja untuk selanjutnya membangun kepercayaan diri mereka dan memilih keterampilan koping yang lebih sehat, seperti: berolahraga, meyalurkan hobi memasak, merawat tanaman, menulis buku, dan sebagainya. Selain itu, terapis biasanya akan melibatkan keluarga untuk membangun jaringan dukungan emosional yang jelas bagi anak, agar mereka dapat mempersiapkan diri seandainya anak/remaja kemungkinan kambuh, dan juga untuk merayakan kesuksesan di setiap tahap upaya penyembuhan bagi pelaku.

 

 

Tips Orang Tua Menyikapi Anak yang Melukai Diri Sendiri

Apabila Anda melihat ada tanda-tanda pada anak/remaja berperilaku melukai diri sendiri, sebaiknya atasi masalah ini sesegera mungkin. Hal ini karena perilaku melukai diri sendiri jarang ada yang sembuh dengan sendirinya. Dukungan dan pertolongan dari orang-orang di sekitar mereka sangat besar perannya. Namun demikian, Anda juga sebaiknya perhatikan beberapa hal berikut ini:

§  Waspadai emosi Anda sendiri. Orang tua yang mengetahui bahwa anak mereka melukai diri sendiri mungkin merasakan berbagai perasaan negatif, seperti: kemarahan, kesedihan, syok, kecemasan, dan/atau rasa bersalah. Jika emosi Anda mulai meninggi, ini bukan waktu yang tepat untuk berbicara dengan anak.

§  Saat Anda tenang, mulailah dengan memberi tahu anak, apa yang telah Anda ketahui tentang perilakunya dan mengapa Anda khawatir.

§  Tanyakan perasaan anak Anda. Ini berbeda dengan menanyakan perilaku anak Anda. Anda tidak harus setuju dengan melukai diri sendiri sebagai alat untuk pelampiasan emosinya. Namun, setidaknya dengan mengetahui apa yang anak rasakan, Anda dapat memberikan alternatif solusi bagi anak.

§  Dengarkan keluh kesah anak tanpa menghakimi. Biarkan anak Anda berbicara dengan bebas tanpa Anda bereaksi berlebihan ketika dia berbicara. Kemudian tawarkan pikiran Anda.

§  Berbicaralah dengan nada tenang dan nyaman.

§  Tawarkan jaminan bahwa Anda akan melewati masa sulit anak/remaja ini secara bersama-sama.

§  Untuk menumbuhkan empati, Anda dapat memikirkan bagaimana Anda berada di posisi anak/remaja dan kira-kira reaksi apa yang anak/remaja inginkan dilakukan oleh orang dewasa di sekitarnya ketika tahu mereka sedang tertekan secara emosional.

§  Jangan menekan anak Anda untuk berbicara. Jika Anda merasa cemas, anak mungkin juga cemas. Perilaku melukai diri sendiri adalah topik yang membuat stres bagi semua orang. Jika anak Anda melukai diri sendiri, itu menunjukkan bahwa anak Anda mengalami kesulitan untuk mengungkapkan emosinya. Biarkan anak Anda tahu bahwa Anda selalu bersedia untuk berbicara lagi di lain waktu.

§  Dapatkan bantuan profesional untuk anak Anda dari terapis berlisensi dengan pengalaman mengobati perilaku melukai diri sendiri.

*Praktisi Perlindungan Anak dan Literasi Media

** sumber ilustrasi: https://id.pinterest.com/pin/57280226496830280/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waspada Gim daring: Kenali Modus dan Ketahui Pencegahannya

 Dunia maya memang memiliki daya tarik yang kuat pada siapa pun, tak terkecuali anak-anak. Salah satu yang membuat anak-anak asik berlama-lama di dunia maya, adalah mereka mengakses gim daring ( game online) . Anda perlu waspadai fenomena ini. Mengingat, selain gim daring ini dapat memicu anak menjadi kecanduan internet/ gawai , sehingga membuat aktivitas di dunia nyatanya menjadi terbengkalai, kontennya yang bisa jadi sarat akan kekerasan, juga karena gim daring kini  sudah menjadi modus para predator anak menyasar korbannya. Salah satu contoh kasus kejahatan pemangsa anak melalui gim ini terjadi pada tahun 2021 melalui aplikasi Free Fire . Hasil penyidikan polisi terungkap, bahwa pelaku memang menyasar anak perempuan sebagai pengguna gim. Saat bermain bersama dengan sang anak itulah, pelaku meminta nomor WA dan mulai membujuk korbannya untuk membuat video tanpa busana dengan menawari korban uang gim daring Free Fire sebanyak 500-600 diamond yang akan dikirim ke akun korban...

Budaya Valentine Day di Kalangan Remaja yang Perlu Orang Tua Waspadai

  Setiap pertengahan bulan Februari, tepatnya tanggal 14 masyarakat manca negara banyak yang merayakannya sebagai hari Valentine ( Valentine’s Day ), termasuk di negara kita. Hari Valentine dimaknai oleh banyak orang sebagai hari kasih sayang. Namun, muda-mudi mengekspresikannya secara beragam. Mulai dari saling berkirim kartu ucapan hari Valentine, memberikan atau bertukar hadiah, memberi bunga atau cokelat, hiasan berwarna merah muda ( pink) dan berbentuk hati, makan malam bersama dengan pacar, pesta dansa, hingga hubungan intim.   Sungguh hal ini yang perlu menjadi perhatian para orang tua.                                    Yang tambah membuat miris, ternyata ditemukan fakta di lapangan bahwa setiap perayaan hari Valentine bukan hanya penjualan cokelat meningkat tetapi juga penjualan kondom! Kondisi ini membuat salah satu pemeritah kota bahkan sampai membuat imbauan agar...

Anak Anda tidak Kunjung Mandiri? Berikut 5 (Lima) Perlakuan Salah Orang Tua yang Perlu Jadi Perhatian Anda!

                “Usia anak lelaki saya sudah 30 tahun, tapi ia bukan anak mandiri karena masih selalu mengandalkan saya. Setiap hari, kerjanya hanya menonton  televisi dan bermain gadget. Tak pernah membantu menyelesaikan pekerjaan di rumah, bankan sekadar mengganti bohlam lampu,” keluh seorang ibu.   Ketika keluhan seperti terjadi, siapakah pihak yang bertanggungjawab? Jawabannya adalah orang tua itu sendiri. Mengapa? Karena mereka yang pertama kali menanamkan tentang sikap, nilai, dan juga bertanggung jawab atas pola asuh anaknya. Berikut ini lima hal yang sering dilakukan orang tua sehari-hari yang justru mendorong anak menjadi tidak mandiri yang perlu jadi perhatian Anda!                            1. Memaksa anak menghentikan aktivitasnya Saat usia prasekolah, anak mulai menggemari kegiatan mengasyikkan yang terfokus pada dirinya. Contoh, ia...