Langsung ke konten utama

11 Salah Kaprah tentang Pornografi

 

Pornografi, suatu materi yang hadir di media atau ruang publik yang berisi ketelanjangan tubuh untuk memancing hasrat seksual, sebenarnya sudah hadir sejak lama. Apalagi di era multi-layar seperti yang kita hadapi saat ini. Sayangnya, ternyata masih banyak orang yang salah kaprah tentang pornografi. Mirisnya bahkan orang-orang yang berposisi sebagai public figure justru dengan bangga menyampaikan kesalah kaprahan ini. Padahal jika hal ini tidak kita luruskan, maka berpotensi membuat pornografi menjadi lebih massif dan rentan menghancurkan generasi muda dan tatanan masyarakat yang beradab. Apa saja salah kaprah terkait pornografi itu? Berikut ini 11 salah kaprah yang saya bahas khusus untuk Anda, semoga bermanfaat!

 

1. Pornografi Tidak berbahaya? Tidak, ini Ancaman Serius untuk Kesejahteraan Jiwa dan Raga!

Bahaya pornografi merusak integritas jiwa dan kesehatan fisik. Victor B. Cline, seorang ahli psikoanalis dari Amerika Serikat pada tahun 1986 menemukan fakta bahwa seseorang yang kerap mengkonsumsi pornografi akan mengalami empath al, yaitu: ketergantungan (adiksi) terhadap pornografi. Selain adiksi, orang yang mengkonsumsi pornografi akan mengalami dorongan untuk mencari muatan pornografi yang kebih vulgar/brutal (eskalasi) sehingga membuat dirinya menjadi abai dengan norma-norma yang ada (desentisasi) dan akhirnya ingin melampiaskan di dunia nyata muatan pornografi yang ia lihat. Kondisi ini tentu membuat orang yang terbiasa mengkonsumsi pornografi menjadi tidak tenang hidupnya, ia selalu gelisah, kepala pening, sulit berkonsentrasi, karena selalu harus dipuaskan dengan materi pornografi tertentu yang terus meningkat kadarnya. Tak heran jika beberapa ahli jiwa menyamakan pornografi sebagai narkoba atau diberi istilah narkolema alias narkoba lewat mata.

2. Semua Orang Mengkonsumsi Pornografi? Tidak, Hanya Mereka yang Kecanduan yang Terjebak!

Konsumsi pornografi bukan norma, melainkan tanda kecanduan yang patut dicermati. Boleh jadi banyak orang menyatakan pernah melihat pornografi, namun biasanya secara tidak sengaja dan tidak melanjutkannya menjadi kebiasaan. Oleh karena itu apabila ada orang-orang yang kemudian mengkonsumsi pornografi menjadi rutinitas di hidupnya, berarti mereka telah terjebak menjadi pecandu pornografi.

3. Pornografi Hanya Bermasalah pada Anak dan Remaja? Keliru, Semua Usia Rentan Terjerat!

            Tidak ada batasan usia untuk dampak negatif pornografi; semua orang berpotensi terpengaruh. Baik anak-anak, remaja, dewasa muda, bahkan orang yang sudah berusia lanjut. Sifat pornografi yang membuat orang kecanduan tidak hanya terjadi pada anak-anak atau remaja. Tak sedikit kita saksikan melalui pemberitaan di media daring pelaku kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang dewasa bermula dari kebiasaan pelaku mengkonsumsi pornografi. Walaupun jika kita melihat dari sisi para pebisnis pornografi, mereka memang lebih menyasar anak-anak dan remaja karena lebih mudah dipengaruhi dan berpotensi menjadi pasar masa depan mereka.

4. Pornografi sebagai Varian Hubungan Pasutri? Tidak, Justru Malapetaka untuk Keharmonisan!

            Konsep pornografi sebagai variasi hubungan pasutri disangkal karena muatannya yang merusak dan tidak lazim. Efek pornografi yang dapat mendorong pecandunya ingin mengkonsumsi muatan yang lebih vulgar hingga brutal tentu bermasalah jika kemudian ia praktikkan kepada pasangannya. Hal ini karena muatan pornografi penuh manipulasi dan tidak sebagaimana hubungan intim lazimnya secara normal. Akibatnya bila benar-benar dipraktikkan akan berpotensi terjadinya kekerasan seksual ketimbang keharmonisan pasangan suami-istri.

5. Pornografi sebagai Karya Seni? Tidak, Seni Menjunjung Etika, Pornografi Tidak Terhormat!

            Kriteria seni membutuhkan etika; pornografi tidak memenuhi standar tersebut. Menampilkan seni sebagai hasil karya budaya di muka umum tentunya juga harus dalam koridor etika dan norma-norma sosial lainnya yang disepakati bersama. Oleh karena itu pornografi jelas bukan karya seni, mengingat muatannya sangat tidak etis dan melanggar norma-norma sosial di masyarakat jika ditampilkan di muka umum.

6. Pornografi untuk Hiburan? Tidak, Malah Pemicu Kecanduan yang Tak Layak Sebagai Hiburan!

            Hiburan adalah suatu bentuk kegiatan yang menarik perhatian dan minat penonton atau memberikan kesenangan dan kegembiraan (Wikipedia). Sementara muatan pornografi tidak sesuai sebagai hiburan karena memicu kecanduan yang merugikan bagi orang yang mengkonsumsinya.  

7. Pornografi Tidak Merusak Fisik dan Psikis? Keliru, Dampaknya Dapat Termanifestasi pada Kecanduan dan Tindakan yang Merugikan!

             Konsumsi pornografi dapat merusak secara fisik dan psikologis, dan mendorong perilaku merugikan. Hal ini karena pornografi menyebabkan seseorang menjadi kecanduan yang berakibat hidupnya menjadi tergantung pada materi pornografi. Bila sehari saja ia tidak mengkonsumsi pornografi, maka fisik dan psikisnya akan terganggu. Namun, di sisi lain, jika ia terus mengkonsumsi pornografi dan tidak mencoba mencari pertolongan untuk rehabilitasi, maka ia rentan melakukan tindakan-tindakan merugikan bagi dirinya sendiri dan juga orang di sekitarnya yang berpotensi menjadi korban pelampiasannya.

8. Pornografi Meningkatkan Semangat Hidup? Tidak, Sebaliknya, Merugikan Kreativitas dan Produktivitas!

            Pornografi justru menghambat semangat hidup, merugikan kreativitas dan produktivitas seseorang. Bisa jadi fisiknya terlihat sehat, padahal sesungguhnya pornografi telah memerangkap dirinya sehingga ia menjadi ketergantungan pada pornografi dan membuatnya sulit untuk mempunyai ide-ide segar atau inovasi-inovasi yang menunjang produktifitas atau semangat hidupnya.

9. Pornografi Menambah Keharmonisan Keluarga? Salah, Justru Membahayakan Fondasi Keluarga!

            Konsumsi pornografi dapat merusak hubungan keluarga, membuatnya lebih terfokus pada pelampiasan hasrat semata. Keluarga yang sejatinya berfungsi untuk tempat sosialisasi dan pendidikan serta ekonomi selain reproduksi dan cinta kasih menjadi sulit terwujud bila salah satu pihak hanya terfokus pada pelampiasan hasrat seksual semata. Akibatnya keluarga yang salah satu anggotanya terjebak dalam kecanduan pornografi akan sulit mewujudkan keharmonisan di dalam keluarga tersebut.

10. Pornografi Victimless? Tidak, Memicu Tindakan Kriminal pada Korban!

            Ada yang beranggapan bahwa terkait pornografi itu tidak ada yang menjadi korban, mengingat pembuat maupun yang mengkonsumsi pornografi merasa ‘diuntungkan’ karena keberadaan pornografi. Pembuat bisa ‘berbisnis’ dengan muatan pornografinya yang ia jual kepada orang-orang yang ketergantungan pornografi. Padahal sesungguhnya pornografi tidak tanpa korban, malah memicu tindakan kriminal pada individu lain. Seorang yang menjadi pecandu pornografi jelas-jelas menjadi korban atas muatan pornografi yang sering dikonsumsinya. Kondisi ini diperparah, bila pecandu pornografi tersebut kemudian melakukan kekerasan atau tindak kriminal lainnya kepada orang-orang disekitarnya akibat dorongan dari muatan pornografi yang dikonsumsinya.

11. Mengkonsumsi Pornografi Tanda Kedewasaan? Tidak, Kedewasaan Teruji dalam Bertanggung Jawab!

            Tanda kedewasaan terbukti melalui tanggung jawab, bukan konsumsi pornografi yang merugikan. Tanggung jwab di sini tentunya tanggung jawab kepada dirinya sendiri dan orang-orang di sekitarnya (baca: keluarga). Bila seseorang justru menghabiskan waktu dan sumberdaya yang ia punya untuk mengkonsumsi pornografi, jelas itu bukanlah wujud tanggungjawab, baik kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain di sekitarnya. Hal ini karena alih-alih ia berguna bagi diri dan keluarganya, yang terjadi justru membawa masalah bagi diri dan keluarganya.

            Demikian 11 salah kaprah tentang pornografi yang sudah saya paparkan untuk Anda. Semoga membuat kita lebih peduli terhadap bahaya pornografi terutama dampaknya pada diri dan orang-orang terdekat kita.

*Praktisi Perlindungan Anak dan Literasi Media

**Ilustrasi: https://id.pinterest.com/pin/673358581809160693/

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waspada Gim daring: Kenali Modus dan Ketahui Pencegahannya

 Dunia maya memang memiliki daya tarik yang kuat pada siapa pun, tak terkecuali anak-anak. Salah satu yang membuat anak-anak asik berlama-lama di dunia maya, adalah mereka mengakses gim daring ( game online) . Anda perlu waspadai fenomena ini. Mengingat, selain gim daring ini dapat memicu anak menjadi kecanduan internet/ gawai , sehingga membuat aktivitas di dunia nyatanya menjadi terbengkalai, kontennya yang bisa jadi sarat akan kekerasan, juga karena gim daring kini  sudah menjadi modus para predator anak menyasar korbannya. Salah satu contoh kasus kejahatan pemangsa anak melalui gim ini terjadi pada tahun 2021 melalui aplikasi Free Fire . Hasil penyidikan polisi terungkap, bahwa pelaku memang menyasar anak perempuan sebagai pengguna gim. Saat bermain bersama dengan sang anak itulah, pelaku meminta nomor WA dan mulai membujuk korbannya untuk membuat video tanpa busana dengan menawari korban uang gim daring Free Fire sebanyak 500-600 diamond yang akan dikirim ke akun korban...

Budaya Valentine Day di Kalangan Remaja yang Perlu Orang Tua Waspadai

  Setiap pertengahan bulan Februari, tepatnya tanggal 14 masyarakat manca negara banyak yang merayakannya sebagai hari Valentine ( Valentine’s Day ), termasuk di negara kita. Hari Valentine dimaknai oleh banyak orang sebagai hari kasih sayang. Namun, muda-mudi mengekspresikannya secara beragam. Mulai dari saling berkirim kartu ucapan hari Valentine, memberikan atau bertukar hadiah, memberi bunga atau cokelat, hiasan berwarna merah muda ( pink) dan berbentuk hati, makan malam bersama dengan pacar, pesta dansa, hingga hubungan intim.   Sungguh hal ini yang perlu menjadi perhatian para orang tua.                                    Yang tambah membuat miris, ternyata ditemukan fakta di lapangan bahwa setiap perayaan hari Valentine bukan hanya penjualan cokelat meningkat tetapi juga penjualan kondom! Kondisi ini membuat salah satu pemeritah kota bahkan sampai membuat imbauan agar...

Anak Anda tidak Kunjung Mandiri? Berikut 5 (Lima) Perlakuan Salah Orang Tua yang Perlu Jadi Perhatian Anda!

                “Usia anak lelaki saya sudah 30 tahun, tapi ia bukan anak mandiri karena masih selalu mengandalkan saya. Setiap hari, kerjanya hanya menonton  televisi dan bermain gadget. Tak pernah membantu menyelesaikan pekerjaan di rumah, bankan sekadar mengganti bohlam lampu,” keluh seorang ibu.   Ketika keluhan seperti terjadi, siapakah pihak yang bertanggungjawab? Jawabannya adalah orang tua itu sendiri. Mengapa? Karena mereka yang pertama kali menanamkan tentang sikap, nilai, dan juga bertanggung jawab atas pola asuh anaknya. Berikut ini lima hal yang sering dilakukan orang tua sehari-hari yang justru mendorong anak menjadi tidak mandiri yang perlu jadi perhatian Anda!                            1. Memaksa anak menghentikan aktivitasnya Saat usia prasekolah, anak mulai menggemari kegiatan mengasyikkan yang terfokus pada dirinya. Contoh, ia...