Langsung ke konten utama

Bijak Bermedia Sosial: Yuk, Lakukan T.H.I.N.K. Sebelum Posting

 

Pernahkah Anda merasa kesal hanya karena membaca komentar orang di media sosial? Atau mungkin, tanpa disadari, Anda sendiri pernah menulis komentar yang terlalu tajam? Saat ini di dunia maya yang serba cepat, mampu mendorog siapa pun bisa berbicara tentang apa pun. Sayangnya, tidak semua orang meluangkan waktu untuk berpikir terlebih dahulu. Banyak yang terburu-buru menanggapi, tanpa memeriksa kebenaran, tanpa mempertimbangkan dampak, dan sering kali tanpa rasa tanggung jawab.


Belajar dari Kasus Kiki Saputri

Salah satu contoh yang menghebohkan baru-baru ini adalah kasus Kiki Saputri, seorang komika sekaligus ibu baru, yang melaporkan seorang warganet ke pihak berwajib. Penyebabnya? Komentar kejam yang ditujukan kepada anak bayinya, hanya karena sang komika tidak membalas komentar  warganet, serta dilatar belakangi pula dengan imbas beda pilihan politik dari pemilu yang baru lalu. Sungguh tragis. Tapi inilah kenyataan di ruang digital kita hari ini.

Peristiwa ini menjadi pengingat bagi kita semua: ternyara, apa yang kita tulis di dunia maya tetap memiliki dampak nyata. Kita harus sadari bahwa di balik setiap akun, ada manusia sungguhan, yang bisa tersinggung, terluka, bahkan trauma. Oleh karena itu, sebelum mengetik, mengomentari, atau membagikan sesuatu, ada baiknya kita memberi jeda sejenak, untuk berpikir lebih dalam.

Lakukan T.H.I.N.K

Salah satu cara yang dapat membantu kita menjadi pengguna media sosial yang lebih bijak adalah dengan melakukan prinsip T.H.I.N.K. Ini adalah sebuah akronim yang sederhana namun efektif. Apakah itu?

  • T – True (Benar):
    Apakah informasi ini benar? Sudahkah kita memeriksa sumbernya?
  • H – Helpful (Bermanfaat):
    Apakah ini akan membantu orang lain? Ataukah justru akan menambah kericuhan?
  • I – Inspiring (Menginspirasi):
    Apakah ini bisa menyemangati atau memberi nilai positif bagi pembaca?
  • N – Necessary (Perlu):
    Apakah ini memang perlu dibagikan? Ataukah sebenarnya bisa diabaikan?
  • K – Kind (Ramah):
    Apakah ini disampaikan dengan sopan dan penuh empati?

  Jika lima pertanyaan T.H.I.N.K ini bisa kita jawab dengan yakin, maka kita bisa lanjutkan untuk mengunggah (posting) pesan tersebut. Jika tidak, mungkin lebih baik kita tahan dulu atau bahkan batalkan niat kita untuk mengunggahnya. Dunia maya sudah cukup ramai, kita tidak perlu menambah kegaduhan yang tidak perlu.

Jaga Kewarasan di Dunia Maya

Selain prinsip tersebut, ada beberapa kebiasaan sederhana yang juga bisa kita lakukan untuk menjaga kewarasan kita di era digital ini, yaitu:

  • Bersihkan linimasa dari akun-akun yang kerap menyebarkan kebencian atau informasi tidak sehat.
  • Tidak harus selalu ikut berkomentar dalam setiap isu yang muncul. Mengamati juga adalah bentuk partisipasi yang bijak.
  • Pilih konten yang sehat untuk dikonsumsi. Apa yang kita lihat dan dengar setiap hari akan memengaruhi suasana hati dan cara berpikir kita.
  • Ingat bahwa apa pun yang kita sukai, bagikan, atau komentari adalah bagian dari jejak digital kita, dan itu mencerminkan siapa diri kita.

Penutup

Media sosial saat ini memang seolah telah menjelma menjadi ruang yang bebas, namun bukan berarti tanpa etika. Kita tetap perlu menerapkan etika dalam bermedia sosial, mengingat kita tidak pernah tahu siapa yang membaca unggahan kita, siapa yang mungkin tersinggung, atau siapa yang merasa terbantu. Oleh karena itu, mari kita gunakan ruang digital ini dengan lebih bertanggung jawab. Mulai saat ini, kita biasakan sebelum jempol kita bergerak, T.H.I.N.K. terlebih dahulu. Pikir dulu, baru bagikan, karena satu kalimat yang kita anggap sepele, bisa jadi meninggalkan luka yang tak terlihat bagi orang lain.

*praktisi parenting & literasi media

**ilustrasi: pinterest.com/pin/305189312264046095

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Waspada Gim daring: Kenali Modus dan Ketahui Pencegahannya

 Dunia maya memang memiliki daya tarik yang kuat pada siapa pun, tak terkecuali anak-anak. Salah satu yang membuat anak-anak asik berlama-lama di dunia maya, adalah mereka mengakses gim daring ( game online) . Anda perlu waspadai fenomena ini. Mengingat, selain gim daring ini dapat memicu anak menjadi kecanduan internet/ gawai , sehingga membuat aktivitas di dunia nyatanya menjadi terbengkalai, kontennya yang bisa jadi sarat akan kekerasan, juga karena gim daring kini  sudah menjadi modus para predator anak menyasar korbannya. Salah satu contoh kasus kejahatan pemangsa anak melalui gim ini terjadi pada tahun 2021 melalui aplikasi Free Fire . Hasil penyidikan polisi terungkap, bahwa pelaku memang menyasar anak perempuan sebagai pengguna gim. Saat bermain bersama dengan sang anak itulah, pelaku meminta nomor WA dan mulai membujuk korbannya untuk membuat video tanpa busana dengan menawari korban uang gim daring Free Fire sebanyak 500-600 diamond yang akan dikirim ke akun korban...

Budaya Valentine Day di Kalangan Remaja yang Perlu Orang Tua Waspadai

  Setiap pertengahan bulan Februari, tepatnya tanggal 14 masyarakat manca negara banyak yang merayakannya sebagai hari Valentine ( Valentine’s Day ), termasuk di negara kita. Hari Valentine dimaknai oleh banyak orang sebagai hari kasih sayang. Namun, muda-mudi mengekspresikannya secara beragam. Mulai dari saling berkirim kartu ucapan hari Valentine, memberikan atau bertukar hadiah, memberi bunga atau cokelat, hiasan berwarna merah muda ( pink) dan berbentuk hati, makan malam bersama dengan pacar, pesta dansa, hingga hubungan intim.   Sungguh hal ini yang perlu menjadi perhatian para orang tua.                                    Yang tambah membuat miris, ternyata ditemukan fakta di lapangan bahwa setiap perayaan hari Valentine bukan hanya penjualan cokelat meningkat tetapi juga penjualan kondom! Kondisi ini membuat salah satu pemeritah kota bahkan sampai membuat imbauan agar...

Anak Anda tidak Kunjung Mandiri? Berikut 5 (Lima) Perlakuan Salah Orang Tua yang Perlu Jadi Perhatian Anda!

                “Usia anak lelaki saya sudah 30 tahun, tapi ia bukan anak mandiri karena masih selalu mengandalkan saya. Setiap hari, kerjanya hanya menonton  televisi dan bermain gadget. Tak pernah membantu menyelesaikan pekerjaan di rumah, bankan sekadar mengganti bohlam lampu,” keluh seorang ibu.   Ketika keluhan seperti terjadi, siapakah pihak yang bertanggungjawab? Jawabannya adalah orang tua itu sendiri. Mengapa? Karena mereka yang pertama kali menanamkan tentang sikap, nilai, dan juga bertanggung jawab atas pola asuh anaknya. Berikut ini lima hal yang sering dilakukan orang tua sehari-hari yang justru mendorong anak menjadi tidak mandiri yang perlu jadi perhatian Anda!                            1. Memaksa anak menghentikan aktivitasnya Saat usia prasekolah, anak mulai menggemari kegiatan mengasyikkan yang terfokus pada dirinya. Contoh, ia...